Senin 06 Apr 2015 18:05 WIB

Matthew Gardiner Khawatirkan Serangan Balasan dari Pendukung ISIS

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, NORTHERN TERRITORY -- Mantan Presiden Partai Buruh Northern Territory (NT), Matthew Gardiner, yang pergi ke luar negeri untuk membantu warga Kurdi melawan militant ISIS mengaku mengkhawatirkan serangan balas dendam terhadap dirinya setelah kembali ke Darwin. Gardiner, kembali ke Darwin, Ahad (5/5) pagi dan langsung dimintai keterangan selama bebarapa jam oleh Kepolisian Federal Australia (AFP).

Matthew Gardiner (43 tahun) yang memberikan keterangan kepada pers dipintu rumahnya pada Hari Minggu kemarin terlihat sehat dan sedikit kurus. Dia mengatakan dirinya telah mendapatkan konsultasi dengan kuasa hukumnya untuk tidak berbicara ke public terlebih dahulu.

Dia meminta ABC untuk tidak mengambil gambar rumahnya karena dia mengkhawatirkan serangan balasan. Gardiner, yang akhirnya dibebaskan tanpa dakwaan pada Ahad kemarin siap bekerja sama dalam penyelidikan yang dilakukan kepolisian federal Australia.

Dia menolak memastikan dirinya telah bekerja dengan milisi Kurdi. Gardiner bertugas sebagai tentara Australia dalam misi perang di Somalia pada awal tahun 1990 lalu.

Setelah meninggalkan Australia, dia dicopot dari jabatannya sebagai Presiden Partai Buruh NT dan begitu juga keanggotaannya dibekukan dari partai tersebut.

Hingga kini belum jelas apa peran yang dilakukan Gardiner di Suriah, namun pejabat milisi Kurdi dan petugas perbatasan Irak memastikan kepada ABC kalau Gardiner melalukan tugas kemanusan disana.
 
Tokoh milisi Kurdi yang dikenal dengans sebutan YPG atau Singa dari  Rojava telah sangat terbatas memberikan informasi kepada jurnalis karena mengetahui UU Australia melarang warganya pergi ke Suriah.
 
Gardiner terancam dipenjara seumur hidup berdsarkan UU Berperang di Luar Negeri yang baru diloloskan parlemen Oktober lalu.
 
UU itu menyatakan warga Australia dilarang mendukung kelompok pejuang apapun yang bertikai di Suriah danjuga tetap dianggap pelanggaranpidana jika warganya berperang bersama milisi Kurdi melawan militant ISIS yang dianggap sebagai musuh militer Australia.
 
UU Berperang di Luar Negeri ini juga  melarang warganya bepergian ke daeran yang terdapat kegiatan terorisme tanpa alasan pasti sepert melakukan kegiatan kemanusiaan atau urusan keluarga.
 
ABC baru-baru ini melaporkan adanya lima orang lagi warga Australia yang bergabung dengan pasukan Kurdi di Suriah, namun belum yakin apakah termasuk didalamnya Ashley Johnston, yang tewas Februari lalu ketika pasukannya bertempur melawan pasukan AS.
 
Sebagai tambahan saat ini tercatat ada sekita 90-an orang warga Asustralia  yang pergi ke Timur Tengah untuk berperang bersama militan ISIS atau kelompok teroris lain di Suriah.
 
Sejak Gardiner meninggalkan Australia  pertempuran melawan ISIS semakin meningkat. Bulan Maret lalu Militer Australia melaporkan telah berhasil menewaskan lebih dari 9.000 orang tentara ISIS.
 
Pada Kamis (4/4) lalu, ISIS dilaporkan menyerang kamp pengungsi di Yarmuk di Selatan Damaskus, mempertunjukkan kemampuan serangannya terhadap Ibu Kota Suriah untuk pertama kalinya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement