REPUBLIKA.CO.ID, NORTHERN TERRITORY -- Peneliti daging ternak dari Departemen Industri Primer negara bagian Northern Teritory (NT) Australia menyatakan ingin mengubah persepsi di kalangan industri penggemukan sapi. Termasuk di Indonesia, terkait jenis sapi hasil persilangan Senepol dan Brahman.
Koordinator peneliti Tim Schatz kepada ABC mengatakan, selama ini ada persepsi kuat di kalangan pelaku eskpor-impor yang mendiskriminasikan jenis sapi hasil persilangan, dan lebih mengutamakan jenis Brahman.
"Persepsi ini menyatakan bahwa jenis Brahman lebih laku di Indonesia," kata Schatz baru-baru ini.
Pemerintah NT telah meneliti manfaat persilangan Brahman dengan Senepol, dan bahkan telah mengirim hasilnya bersama dengan sapi Brahman biasa untuk digemukkan oleh pembeli di Indonesia.
Para peneliti kemudian mengikuti perkembangan kedua jenis sapi ini selama proses penggemukan 121 hari di Indonesia.
Hasilnya, menurut Schatzs, sapi jenis persilangan lebih gemuk 21 kg dibandingkan dengan sapi jenis Brahman biasa.
"Dalam usia 18 bulan, hewan ternak hasil persilangan ini bahkan 30 kg lebih berat dibandingkan jenis Brahman," katanya.
Dalam tingkat harga dewasa ini, katanya, kelebihan itu sama dengan sekitar 100 dolar tambahan nilai untuk setiap ekor sapi.
"Makanya, kami ingin mengubah persepsi itu, sehingga mengirimkan Brahman dan Senepol-Brahman secara bersamaan ke penggemukan di Indonesia," jelasnya.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa jenis persilangan lebih baik dalam proses penggemukannya," tambah Schatzs.
Namun ia mengakui untuk bisa meyakinkan kebanyakan pembeli sapi di Indonesia mengenai hal ini masih merupakan tantangan.
"Saya melihat tidak semua penggemukan sapi di Indonesia memandang remeh sapi hasil persilangan. Sebagian di antaranya sudah mulai melihat manfaat hasil persilangan ini," kata Schatz lagi.
Ia menambahkan, banyak kalangan peternak di NT sendiri yang mengalami masalah karena sapi jenis persilangan yang mereka ternakkan kurang dihargai oleh kalangan pembeli di Indonesia.