REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Meskipun ikut bertempur dengan tentara Australia kulit putih dalam Perang Dunia (PD) I pada tahun 1915, peran dan jasa tentara warga Aborigin baru diakui pada tahun 50-an. Menjelang peringatan satu abad Hari Anzac, Museum Pahlawan Perang Australia (AWM) di Canberra merilis lagu baru yang bertujuan mengenang dan menghormati peran dan jasa tentara pribumi Aborigin pada PD I tersebut.
Tentara Australia menugaskan pembuatan lagu ini kepada musisi John Schumann, yang sangat dikenal dengan karyanya berupa lagu bagi pahlawan Perang Vietnam berjudul I am only 19.
Lagu baru Schumann ini, berjudul On Every Anzac Day merupakan bentuk penghargaan atas jasa tentara Australia dan Selandia baru yang dilupakan oleh sejarah.
"Dalam lagu ini Saya mengambil perspektif dari seorang prajurit berkulit putih mengenai rekan mereka tentara berkulit hitam,” kata Schumann belum lama ini.
"Lagu ini memang mengakar pada Perang Dunia I, namun konsepnya— mengenai pertemanan, persatuan di antara prajurit, kisah cinta para prajurit merupakan tema sama yang selalu muncul di semua konflik dimana tentara pribumi pria dan wanita ikut bertugas,”
Direktur AWM, Brendan Nelson mengatakan pemuda Aborigin terpaksa berbohong mengenai asal usul mereka ketika hendak ikut berjuang pada PD I, karena hukum ketika itu melarang warga Aborigin menjadi tentara Australia.
"Warga Aborigin Australia, selama lima generasi setelah tibanya kapal perang Inggris di Benua Australia tidak dibolehkan bergabung dengan Tentara Kerajaan Australia, namun demikian cukup banyak diantara mereka yang memaksa ikut berjuang dan tewas membela Australia,” kata Dr Nelson.
Pada Perang Dunia I, tentara kulit putih dan kulit hitam berperang bersama-sama, namun ketika pulang kembali ke Australia, tentara pribumi Aborigin diperlakukan dengan citra dan diskriminasi yang sama seperti sebelum mereka pergi berperang.
Bahkan setelah Perang Dunia II, warga aborigin yang menjadi tentara pada PD I dilarang bergabung dengan Klub tentara yang kembali dari perang - RSL, kecuali pada Hari Anzac saja mereka dibolehkan bergabung.
"Satu-satunya kesempatan mereka diperlakukan sama adalah hanya ketika mereka menghadapi pertempuran di luar negeri,” kata Mick Gooda, Komisioner sosial dan hukum Aborigin dan Torres Strait Islander.
Baru pada tahun 1949 sikap terhadap tentara yang berasal dari warga Aborigin berubah dan pelarangan warga Aborigin menjadi tentara Australia dihapuskan.
Kepala Angkatan Bersenjata Australia, David Morrison mengatakan sejak 1949, warga Aborigin pria dan wanita telah banyak ikut ambil bagian dalam konflik yang melibatkan Australia.
"Pemerintah mentargetkan 2,7 persen dan angkatan bersenjara Australia adalah pria dan perempuan warga Aborigin para akhir tahun 2016,” tegas Morrison.
"Saat ini jumlahnya baru mendekati 2 persen. Kita memiliki beberapa kesatuan, khususnya di Utara Australia yang jumlah tentara Aboriginnya mencapai 50%,” tambahnya.
Letnan Jenderal Morrison mengatakan merupakan sesuatu yang sangat penting dan istimewa pada peringatan Hari Anzac tahun ini jasa-jasa tentara warga Aborigin mendapatkan penghormatan secara khusus, ketika Australia memperingati satu abad Perang Dunia I.
Bahkan special pada upacara peringatan Hari Anzac di Canberra akhir pekan mendatang, seorang prajurit Angkatan Laut akan memainkan didgeridoo - alat tradisional warga Aborigin untuk memecahkan keheningan dan memulai peringatan Hari Anzac tersebut.
Disclaimer:
Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement