REPUBLIKA.CO.ID, ANTARTIKA -- Para peneliti telah berjuang menghadapi air bersuhu minus 2 derajat celcius dan gangguan anjing laut untuk menyelesaikan studi dasar laut pertama di dunia. Satu tim yang terdiri dari 15 ilmuwan dan penyelam melakukan penelitian pertama tentang efek karbondioksida di dasar laut Antartika.
Pemimpin proyek, Jonny Stark, mengatakan, sejumlah kondisi dibuat untuk beban kerja yang berat.
"Selama 12 minggu penelitian, kami melakukan lebih dari 200 penyelaman, menghabiskan sekitar 200 jam di dalam air bersuhu hampir minus 2 derajat (Celcius)," katanya baru-baru ini.
Ia menerangkan, "Tubuh manusia hanya bisa tahan berada di suhu ini selama sekitar satu jam, jadi kami harus terus mengganti penyelam dan memastikan mereka bisa mendapat kehangatan dengan cepat begitu keluar dari air."
Tim peneliti ini mengamati bagaimana ekosistem akan mengatasi pengasaman jika ketinggian air naik sebagai akibat dari peningkatan emisi karbon.
Dengan tingkat keasaman yang lebih tinggi, spesies laut seperti udang kecil menjadi terancam sehingga membahayakan pasokan makanan dari banyak spesies hewan laut.
"Tingkat dan skala perubahan yang kami lihat di Samudra Selatan belum pernah terjadi sebelumnya. Penting bagi kami untuk bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana pengasaman laut akan berdampak pada ekosistem laut di masa depan," jelas Dr. Jonny.
Ia mengatakan, saat ini, perairan di Kutub menjadi asam dua kali lipat lebih luas dibanding perairan tropis.
Dr. Jonny menyebut, Samudra Selatan saja sudah menyerap 40% dari daya serap laut di dunia atas karbon dioksida.
Percobaan ini adalah salah satu dari 28 proyek penelitian yang dilakukan oleh Divisi Antartika Australia selama musim panas.