REPUBLIKA.CO.ID, CROYDON -- Sekelompok imam senior di Australia Selatan telah mengutuk dewan sebuah sekolah Islam atas pemecatan seorang guru Muslim yang moderat, baru-baru ini, dan menyebut tindakan dewan itu ‘tidak Islami’.
Para orang tua siswa di Sekolah Tinggi Islam Australia Selatan di Croydon, Jumat (8/5) lalu, melakukan boikot, menyuruh anak-anak mereka tetap tinggal di rumah untuk sehari, karena kekhawatiran mereka atas manajemen sekolah.
Mantan siswa dan siswa yang masih bersekolah juga menyoroti perubahan budaya di sekolah, dengan beberapa di antaranya mealporkan adanya larangan terhadap anak perempuan dan anak laki-laki untuk berbagi koridor.
Kepala sekolah yang baru mengatakan, fokus utama sekolah adalah perbaikan kurikulum Islam. Tapi para orang tua menuduh bahwa dewan di sana merongrong pendidikan dengan terus memecat kepala sekolah dan guru, atau memaksa mereka untuk mengundurkan diri.
Kasus terbaru melibatkan guru studi Islam dan Al-Quran, Sheikh Khalid Yousuf, yang merupakan anggota dari Dewan Imam Australia Selatan.
Dalam pernyataan kerasnya, Dewan Imam setempat mengatakan, pihaknya "terkejut dan sedih" atas situasi ini dan menyebut tindakan sekolah "menindas dan tak bertanggung jawab".
"[Dewan] mengutuk tindakan tak pantas dan ilegal yang diambil ... terhadap Sheikh Khalid Yousuf, guru studi Islam dan Alquran di sekolah itu," sebut mereka.
Sekolah juga dicap sebagai institusi yang "tidak Islami" karena menyelidiki Syekh tanpa diketahui sebelumnya dan sang Syekh-pun tak pernah diberitahu.
Sekolah itu adalah salah satu dari banyak sekolah Islam yang menghadapi tantangan manajemen, dengan beberapa orang tua menuduh kelompok yang ada di belakang mereka, yakni Federasi Dewan Islam Australia (AFIC).
Sekolah separuh kosong karena boikot
Sekelompok orang tua pergi ke sekolah pada (8/5) tanpa anak-anak mereka, untuk menyoroti masalah yang mereka rasakan di sekolah.
Putra Souraya Serhan, yakni Raami, baru-baru ini menyadari bahwa ia telah diusir dari sekolah via sms, setelah ia memprotes pemecatan guru.
"Dewan saat ini menerapkan kebijakan yang tak disetujui oleh banyak orang tua,” kemukanya.
"Banyak guru yang sudah lama mengabdi di sini digantikan oleh guru pendatang baru dengan kurang pengalaman. Kami telah memiliki empat kepala sekolah dalam tiga tahun, yang menyebabkan kekacauan," sambungnya.