REPUBLIKA.CO.ID, BELANDA -- Otoritas penyelidikan di Belanda yang memimpin investigasi jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 yakin, milisi pro-Rusia di Donetsk adalah pihak yang mengoperasikan sistem rudal. Buntutnya pesawat jatuh dan menewaskan 298 orang, tahun lalu.
Kepala Jaksa Penuntut Umum dari Belanda, Fred Westerbecke, mengatakan, bukti yang terkumpul meliputi citra satelit, catatan panggilan telepon dan rekaman telepon selular.
"Skenario yang paling mungkin adalah bahwa sebuah rudal BUK (sistem peluru kendali) ditembakkan dari Ukraina timur (yang dikuasai separatis), menjatuhkan MH17," ujarnya baru-baru ini.
Pejabat Amerika Serikat dan Ukraina telah berulang kali mengatakan, ada sedikit keraguan bahwa sistem rudal yang digunakan dalam serangan itu diarahkan ke Ukraina dari Rusia, dan kemudian diarahkan kembali setelah MH17 jatuh ke sebuah lahan di luar kota Grabovo.
"Cukup jelas bahwa ini adalah sebuah sistem yang ditransfer dari Rusia. Buktinya banyak,” kata Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, kepada media.
Sementara Pemerintah Rusia membantah pihaknya bertanggung jawab atas tragedi itu. Presiden Rusia, Vladimir Putin, tetap menentang pembentukan pengadilan internasional untuk menangani kasus ini.
"Mengingat kampanye anti-Rusia yang ditargetkan, diluncurkan berdekatan dengan krisis di Ukraina dan bencana MH17, seseorang bahkan tak bisa berharap agar pengadilan yang diusulkan tak memihak," sebut kedutaan Rusia dalam sebuah pernyataan tertulis.un
"Rancangan undang-undang pengadilan mengungkap bahwa tujuan pembentukannya bukan untuk mencari tahu kondisi sebenarnya dari tragedi itu, tapi untuk menguatkan versi kejadian yang disangkakan beberapa negara," lanjut pernyataan itu.
Tanggung jawab sistem rudal dari Rusia
Kuasa Usaha Ukraina di Australia, Mykola Dzhydzhora, mengatakan, ia yakin bahwa sistem rudal yang digunakan – sebuah peluncur BUK jarak menengah - berasal dari Rusia.
"Sistem BUK dan truk yang membawanya masuk dari wilayah Rusia ke wilayah yang dikuasai pemberontak, menghantam pesawat dan kembali ke Rusia," tuturnya.
Ia mengatakan, negaranya menghadapi ancaman eksistensial dari invasi Rusia, dan bahwa hilangnya MH17 sangat dirasakan oleh warga Ukraina.
"Kami merasa kehilangan warga Ukraina [dalam tragedi MH17]. Semua yang bertanggung jawab harus dibawa ke pengadilan untuk dimintai tanggung jawab penuh atas situasi ini," terangnya.
Lebih dari 8.000 orang telah tewas dalam perang yang sedang berlangsung di Ukraina, yang telah ditujukan untuk merebut kembali sejumlah provinsi tertimur, sejak wilayah di selatan –yakni Crimea - dianeksasi oleh Rusia tahun lalu.
Tim Investigasi Gabungan yang dipimpin Belanda- yang meliputi anggota Polisi Federal Australia- akan merilis laporan akhir penyeledikan pada bulan Oktober.