REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Indonesia menanggapi pergantian perdana menteri di Australia dengan harapan di bawah kepemimpinan Malcolm Turnbull Australia bisa memperbaiki hubungannya dengan Indonesia.
Dalam era PM Tony Abbott, terungkap adanya kasus penyadapan yang dilakukan intelijen Australia terhadap sejumlah pemimpin Indonesia, namun aksi penyadapan itu terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
Selain itu, terjadi pula ketegangan terkait kebijakan PM Abbott yang mengusir perahu-perahu pencari suaka kembali ke Indonesia. Di era ini pula kasus eksekusi terpidana mati Bali Nine dilaksakanan yang memicu menurunkan hubungan diplomatik kedua negara.
Kemenlu Indonesia menjelaskan pemerintahnya telah menyampaikan ucapan selamat kepada Malcolm Turnbull.
Pengamat Hubungan Internasional Evi Fitriani menilai, pergantian kepempinan di Australia membuka peluang untuk memperbarui hubungan.
"Hal ini dimungkinkan oleh pembawaan Malcolm Turnbull sendiri. Saya pikir dia lebih peka untuk diajak bicara," jelasnya.
Menurut Fitriani, pendekatan yang dilakukan Abbott sebelumnya tidak pas dengan gaya yang berlaku di Indonesia, terutama gaya bicaranya yang agak kasar.
Jurnalis senior Endy Bayuni menyatakan perubahan kepemimpinan ini bisa bermakna positif.
"Perubahan kepemimpinan di Australia diharapkan bisa memperbaiki keadaan (dalam hubungan kedua negara)," katanya.
Seorang warga Jakarta yang ditemui ABC mengatakan, pergantian perdana menteri Australia diharapkan bisa memperbaiki hubungan kedua negara.
"Terakhir Tony Abbott bicara tentang mengembalikan bantuan tsunami. Dia bukan pemimpin yang baik," kata seorang warga.