REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gejolak di Timur Tengah dimulai jatuhnya rezim Saddam Husein di Irak, telah memberikan pengaruh luar biasa dalam geopolitik di kawasan tersebut. Di balik gejolak tersebut, ada skenario yang bertujuan menampilkan peta baru Timur Tengah. Seperti apa gambaran peta baru tersebut?
Peta Baru Timur Tengah telah diperkenalkan sejak Juni 2006 di Tel Aviv oleh Menteri Luar Negeri AS saat itu, Condoleezza Rice. Peta ini menggantikan istilah yang lebih usang dengan hal baru yang lebih ambisius, Timur Tengah Raya.
Seperti dilansir Global Research, Rabu (6/10), Amerika Serikat dan Israel yang paling getol 'membunyikan' peta baru ini. Menteri Luar Negeri AS, Rice bersama koleganya Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert kepada media internasional menyatakan peta baru itu akan dimulai dari Lebanon.
"Apa yang kita lihat disini, berdasarkan hancurnya Lebanon dan serangan Israel ke Lebanon, akan mendorong peta baru Timur Tengah. Apa yang akan kita lakukan (Amerika Serikat) harus memastikan kami telah mendorong Timur Tengah tidak kembali ke masa lalu melainkan menuju era baru," kata Rice, yang kemudian mendapat kritik karena penyataannya itu.
Klaim ini sekaligus menegaskan peta militer Amerika-Israel di Timur Tengah. Dimana, proyek tersebut dalam beberapa tahun telah memasuki tahapan perencanaan. Ini dimulai dari menciptakan ketidakstabilan, kekacauan, dan kekerasan kawasan yang dimulai dari titik Lebanon, Palestina, Suriah, Irak, Persia, Iran, dan Afganistan.
Global Research melaporkan, melalui rencana ini diharapkan dapat menciptakan kekacauan kontruktif. Dengan begitu, akan lahir situasi penuh kekerasan dan peperangan yang kemudian dimanfaatkan Amerika Serikat, Inggris, dan Israel untuk mewujudkan niatannya itu.