REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak pertengahan 2006, sebuah peta anonim atas wilayah Timur tengah, Afganistan dan Pakistan bergulir di lingkungan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Peta yang disebut sebagai "Timur Tengah Baru" itu kini masuk ke ranah publik dengan tujuan membangun konsensus di kalangan masyarakat Timur Tengah.
Peta itu tidak secara langsung merupakan representasi dari kebijakan Markas Militer Amerika, Pentagon. Namun peta itu sudah digunakan dalam program pelatihan di sekolah pendidikan perwira NATO. Bahkan, peta itu juga sudah digunakan dalam akademi pertempuran nasional.
Peta Timur Tengah baru itu didasari oleh sejumlah peta dari era-era Presiden Woodrow Wilson dan ketika era Perang Dunia I. Letkol Ralph Peters yang berperan dalam pembuatan peta itu merasa pengaturan kembali soal perbatasan akan bisa menyeleasaikan masalah di Timur Tengah.
Letkol Peters menyampaikan gagasan itu dalam bukunya yang berjudul "Never Quit the Fight" yang 2006 lalu. Selain itu, ada buku berjudul "Blood Borders: How a better Middle East would look" yang ada dalam jurnal pasukan Amerika.
Perlu diketahui, Letkol Peters terakhir kali menjabat sebagai deputi staf intelijen dalam Departemen Pertahanan Amerika. Dia juga salah satu penulis asal Pentagon yang punya karya penting dalam bidang strategi militer. Apalagi empat buku milik Peters yang diterbitkan sebelumnya mampu mempengaruhi pemerintah dan lingkungan milter.
Sebelumnya, Peta Baru Timur Tengah telah diperkenalkan sejak Juni 2006 di Tel Aviv oleh Menteri Luar Negeri AS saat itu, Condoleezza Rice. Peta ini menggantikan istilah yang lebih usang dengan hal baru yang lebih ambisius, Timur Tengah Raya.
Seperti dilansir Global Research beberapa waktu lalu, Amerika Serikat dan Israel yang paling getol 'membunyikan' peta baru ini. Menteri Luar Negeri AS, Rice bersama koleganya Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert kepada media internasional menyatakan peta baru itu akan dimulai dari Lebanon.
"Apa yang kita lihat disini, berdasarkan hancurnya Lebanon dan seragan Israel ke Lebanon, akan mendorong peta baru Timur Tengah. Apa yang akan kita lakukan (Amerika Serikat) harus memastikan kami telah mendorong Timur Tengah tidak kembali ke masa lalu melainkan menuju era baru," kata Rice.
Klaim ini sekaligus menegaskan peta militer Amerika-Israel di Timur Tengah. Dimana, proyek tersebut dalam beberapa tahun telah memasuki tahapan perencanaan. Ini dimulai dari menciptakan ketidakstabilan, kekacauan, dan kekerasan kawasan yang dimulai dari titik Lebanon, Palestina, Suriah, Irak, Persia, Iran, dan perbatasan Nato di Afganistan.
Global Research melaporkan, melalui rencana ini diharapkan dapat menciptakan kekacauan kontruktif. Dengan begitu, akan lahir situasi penuh kekerasan dan peperangan yang kemudian dimanfaatkan Amerika Serikat, Inggris, dan Israel untuk mewujudkan niatannya itu.