REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana trio Amerika Serikat, Inggris, dan Israel membuat peta baru di Timur Tengah telah berjalan puluhan tahun. Panggung rencana sudah siapkan, eksekusi telah dilakukan, kini tinggal memetik hasilnya.
Seperti dilansir Global Research, Rabu (6/10), Profesor Mark Levine menilai kebijakan 'desktruktif kreatif'telah dijalankan Amerika Serikat, Inggris, dan Israel guna membentuk dunia baru versi ketiganya. Pendapat ini diamini, penasihat di Era Presiden George W Bush, Michael Ledeen. Ia menyebutnya kebijakan ini merupakan kekuatan revolusioner yang menganggumkan. "Penghancuran yang kreatif," kata ya.
Penyebutan istilah kebijakan itu memang tepat, Amerika Serikat dan sekutunya menduduki Irak. Dari upaya ini, diharapkan lahir Kurdistan Irak yang akan diplot sebagai wilayah pemecah (Balkanisasi) dan wilayah menyerupai posisi Findlandia di Skandinavia-Rusia. Karena itu, kerangka pemerintah yang dibentuk Amerika dan sekutunya sudah jelas memperlihatkan adanya pemecahan Irak menjadi tiga bagian.
Selain itu, ada tujuan lain yang hendak dicapai trio tersebut. Mereka ingin membentuk wilayah loncatan yang menjadi hub dengan wilayah bekas Uni Soviet. Ketiganya gusar dengan pengaruh Rusia di kawasan Asia Tengah. Hingga muncul istilah 'Wilayah Rusia di Luar Negeri'.
Banyak sarjana Rusia dan Asia Tengah, perencana militer, strategi, penasehat keamanan, ekonom, dan politisi menganggap Asia Tengah menjadi rentan. Dalam bukunya, The Grand Chessboard: Primacy Amerika dan Its Imperatif Geo-strategis, Zbigniew Brzezinski, mantan Penasihat Keamanan Nasional AS menyinggung kawasan Timur Tengah modern merupakan Eurasia Balkan terdiri dari Kaukasus (Georgia, Republik Azerbaijan, dan Armenia) dan Asia Tengah (Kazakhstan, Uzbekistan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, Afghanistan, dan Tajikistan) dan sampai batas tertentu baik Iran dan Turki.