REPUBLIKA.CO.ID, NORTHERN TERRITORY -- Pemerintah Northern Territory (NT) Australia menyewakan operasional Pelabuhan Darwin kepada Landbridge Group, perusahaan milik pengusaha Cina Ye Cheng. Sewa senilai 506 juta dolar AS selama 99 tahun itu memicu keprihatinan pejabat militer Australia.
Perjanjian sewa ini mencakup operasional pelabuhan dan fasilitas yang ada di East Arm Wharf, termasuk pangkalan Angkatan Laut Darwin Marine Supply Base dan Fort Hill.
Kesepakatan yang disebut oleh Menteri Utama NT Adam Giles sebagai hasil luar biasa bagi NT antara lain menyebutkan Landbridge akan menguasai 80 persen saham dan sisanya 20 persen akan dimiliki Australia.
Menanggapi hal ini, seorang pejabat tinggi Australian Defence Force (ADF) menyatakan khawatir mengenai implikasi dari penguasaan pelabuhan ini oleh perusahaan Cina. Menurut situs AL Australia, Darwin merupakan pelabuhan penting AL dan pusat operasi dalam menjaga perbatasan negara.
"Darwin menjadi pangkalan latihan AL dan latihan gabungan multinasional serta operasi yang melibatkan sekitar 100 kapal perang Australia dari negara lain setiap tahunnya," demikian disebutkan situs AL.
Landbridge Group mengoperasikan pelabuhan di Shandong, China, dan bisnisnya mencakup logistik, petrokimia, perdagangan internasional dan real estate. Menurut keterangan AusTrade, perusahaan ini mempekerjakan lebih dari tujuh ribu pegawai.
Keputusan Pemerintah NT menyewakan Pelabuhan Darwin dikecam keras pihak oposisi yang menyebutnya dipenuhi kerahasiaan dan tidak lebih dari upaya mendapatkan uang kontan secara cepat.
Landbridge menjanjikan akan menanamkan investasi 35 juta dolar AS dalam lima tahun.
"Landbridge bertujuan menumbuhkan perdagangan dua arah antara Australia dan Asia, dan menempatkan Darwin dalam peta bisnis Cina," kata Mike Hughes dari Landbridge.