Masyarakat di Gaza juga biasanya menyembunyikan atau menjauhkan keluarga dengan gangguan mental seperti skizofrenia untuk melindungi reputasi keluarga.
Padahal konflik yang saat ini terjadi di Gaza sangat memicu stres tingkat akut, terutama pada anak-anak dan remaja yang berjumlah sekitar 1,8 juta dalam populasi. Sebagian besar terguncang karena tiga perang dalam tujuh tahun terakhir.
PBB memperkirakan ada sekitar 373 ribu anak-anak yang membutuhkan dukungan psikologi. Dari hari ke hari, kondisi di teritorial Palestina menjadi tidak sehat bagi perkembangan emosi mereka. Hamad mengatakan anak perempuan lebih rapuh ketika mengalami kejadian yang traumatis dibanding laki-laki.
Anak laki-laki bisa lebih baik dengan bermain dengan teman, berolahraga, namun perempuan lebih banyak terisolasi hingga memperburuk perkembangan sosial mereka. Hamad mengatakan situasi pengungsian juga menjadi pemicu stres pada anak perempuan karena kurangnya privasi dan sanitasi.
Beberapa upaya untuk menanggulangi peramasalahan ini telah mulai menyebar. Para pakar melihat ada perkembangan positif di Gaza. Layanan kesehatan mental telah terintegrasi dengan pusat kesehatan umum di wilayah. Mereka juga menyediakan layanan konseling di sekolah-sekolah.
Hamad mengatakan penderitaan yang menyebar karena konflik tahun lalu juga telah mengurangi stigma yang ada di masyarakat.
"Kesehatan mental kini bukan hanya masalah satu orang, tapi jadi masalah setiap orang," katanya.