Ahad 01 Nov 2015 07:30 WIB

Penculikan 12 Staf PBB Bisa Termasuk Kejahatan Perang

Para pengungsi yang menghindar dari perang saudara di Sudan Selatan
Foto: Reuters
Para pengungsi yang menghindar dari perang saudara di Sudan Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, SUDAN SELATAN -- Kepala PBB di Sudan Selatan, Jumat, menyerukan pembebasan segera 12 staf badan dunia itu yang ditangkap pemberontak, seraya mengingatkan bahwa penangkapan tersebut mungkin termasuk kejahatan perang.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang kemudian bergabung mengutuk penangkapan 30 pemelihara perdamaian PBB dan staf oleh para pemberontak mengatakan bahwa serangan tersebut termasuk kejahatan perang dan menyebabkan sanksi dari PBB.

Sekitar 100 pemberontak, yang telah berjuang melawan pemerintah dalam dua tahun, menangkap 30 anggota PBB yang menjalankan misi perdamaian di Sudan Selatan (UNMISS) pada Senin.

Sementara 18 personel pemelihara perdamaian PBB asal Bangladesh dibebaskan pada kemudian hari, 12 orang yang bekerja di UNMISS masih ditahan. Semua berada di kapal tongkang pengangkut bahan bakar untuk pasukan perdamaian PBB.

"Saya bersikeras bahwa penculikan personel UNMISS sebagai sandera untuk membalas serangan PBB," kata Ellen Margrethe Loj, Jumat (31/10).

"Serangan terhadap pasukan perdamaian PBB dan personel lainnya mungkin secara konstitusi bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang."

Departemen Luar Negeri AS, dalam pernyataan yang disampaikan juru bicaranya John Kirby, menyerukan kepada kedua belah pihak yang terlibat perang sipil untuk segera mengizinkan akses bebas dan tidak terkekang oleh PBB dan personel kemanusiaan.

Ia menambahkan bahwa 30 ribu orang menghadapi level bencana rawan pangan dan mungkin kelaparan. Angkatan Darat Sudan Selatan pada Kamis mengklaim kapal tongkang PBB mengirimkan beberapa logistik kepada pemimpin pemberontak Gabriel Tanginya, kata seorang pemimpin perang yang menguasai area minyak Upper Nile. Namun Loj menolak tuduhan-tuduhan itu.

Sekitar 12.500 petugas pemelihara perdamaian disebar di Sudan Selatan, yang porak-poranda akibat konflik sejak Desember 2013. Puluhan dari ratusan penduduk terbunuh.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement