REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Barack Obama dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang sedang berkunjung, bertemu Senin (9/11) di Gedung Putih, dan kembali menegaskan persekutuan kuat AS-Israel, kendati ada perbedaan mengenai kesepakatan nuklir Iran.
Sebelum pembicaraan langsung pertama mereka dalam lebih dari satu tahun, Obama mengatakan kepada wartawan Amerika Serikat dan Israel memiliki kerja sama intelijen dan militer yang lebih erat dibandingkan dengan dua pemerintah mana pun dalam sejarah. Ia memuji ikatan luar biasa antara kedua negara.
Obama mengatakan ia dan Netanyahu dijadwalkan terlibat dalam pembahasan dengan banyak topik mengenai masalah keamanan yang paling mendesak yang dihadapi kedua negara mereka, demikian laporan Xinhua, Selasa (10/11).
Ia mengakui, bukan rahasia bahwa kondisi keamanan di Timur Tengah telah memburuk di banyak daerah. "Sebagaimana telah berulangkali saya katakan, keamanan Israel adalah salah satu prioritas utama kebijakan luar negeri saya," kata Obama.
Ia menambahkan bantuan militer AS buat Israel adalah bagian penting prasarana keamanan AS di wilayah itu. Saat mengumandangkan penilaian Obama mengenai situasi di Timur Tengah, Netanyahu mengatakan Amerika Serikat dan Israel tentu saja dicoba, hari ini, dalam ketidak-stabilan dan ketidakamanan yang merongrong wilayah tersebut.
Amerika Serikat dan Israel telah terlibat percekcokan mengenai kesepakatan nuklir Iran, yang dicapai negara besar dunia dengan Teheran pada Juli. Netanyahu keberatan dengan kesepakatan itu dan menyebutnya kesalahan sejarah yang mengancam keamanan Israel.
Mengenai konflik Israel-Palestina, Netanyahu mengatakan ia tetap berkomitmen pada pandangan perdamaian, mengenai dua negara buat dua bangsa. "Negara Palestina yang tak memiliki militer dan mengakui negara Israel".