REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Otoritas Prancis menyatakan penembakan dan ledakan yang menewaskan sedikitnya 129 orang dalam serangan mematikan di Paris dilakukan oleh pengebom bunuh diri yang terkait dengan ISIS. Penyerang terbagi dalam tiga kelompok dengan tujuan yang sama yakni membunuh sebanyak mungkin orang.
Serangan yang melibatkan sedikitnya 10 orang dan lebih canggih dibandingkan serangan pada Januari lalu, membuat level baru kewaspadaan terhadap teror di Eropa. Dalam serangan paling mematikan di Prancis setelah Perang Dunia II itu, Menara Eiffel ditutup untuk waktu yang belum ditentukan. Museum Louvre juga ditutup.
Jumlah korban tewas memberi sinyal bahwa ISIS memperluas target jauh dari Timur Tengah, yang membuat Eropa meningkatkan keamanan di perbatasan, bangunan penting, dan titik transit. Korban dari enam titik mulai gedung konser hingga stadion serta restoran di Paris timur, termasuk Nohemi Gonzales, mahasiswa berusia 23 tahun dari Universitas Negeri California. Korban itu juga termasuk Bertrand Navarret, warga berusia 37 tahun yang tewas tertembak saat penyerang menembaki penonton konser. Korban itu juga berasal dari dua bersaudara dari Tunisia yang merayakan ulang tahun temannya.
Dilansir dari Washingtonpost, serangan dimulai pada pukul 22.20 waktu setempat dan terakhir pada 00.30. Tiga pengebom disebar di Paris, dua orang dari kelompok itu masuk ke kota dengan dua kendaraan. Mereka menggunakan senjata yang biasanya digunakan untuk perang, senapan Kalashnikov. Pejabat di Paris, Francois Molins mengatakan senjata yang digunakan mengindikasikan bahwa penyerang ingin membunuh sebanyak mungkin korban.
Dalam serangan pada Januari lalu, pejabat setempat mengatakan satu orang dari 10 tersangka merupakan ekstrimis lokal, warga Prancis yang telah lama diincar. Namun, dalam salah satu serangan yang terjadi pada akhir pekan ini di stadiun olah raga, petugas menemukan paspor dari warga Suriah yang masuk ke Eropa sebagai pengungsi lewat Yunani. Petugas mengkaitkan dokumen tersebut dengan salah satu dari dua pembom bunuh diri di stadion.
Presiden Prancis telah mendeklarasikan serangan tersebut sebagai tindakan perang pada Sabtu (14/11) dan menyalahkan ISIS. Beberapa saat kemudian, ISIS menyatakan bertanggungjawab pada serangan tersebut. Lebih dari 350 orang terluka, termasuk 100 di antaranya dalam kondisi kritis.