Jumat 20 Nov 2015 08:17 WIB
Serangan Teror Paris

Abaaoud Terlibat dengan Empat Rencana Serangan di Prancis

Abdelhamid Abaaoud.
Foto: AP
Abdelhamid Abaaoud.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pemimpin serangan Paris Abdelhamid Abaaoud terlibat dalam empat rencana teror yang berhasil digagalkan di Prancis tahun ini.

"Enam serangan telah berhasil dihindari atau digagalkan oleh petugas Prancis sejak musim semi 2015. Abaaoud terlibat dalam empat dari enam serangan tersebut," ujar Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve kepada wartawan, Kamis (19/11), tidak lama setelah pihak berwajib memastikan kematian anggota kelompok bersenjata ISIS itu.

Abaaoud tewas pada Rabu dalam serangan besar-besaran oleh polisi, lima hari setelah serangkaian serangan mematikan di Paris yang menewaskan 129 orang dan melukai lebih dari 350 orang lainnya.

Sosok militan asal Belgia itu dianggap berada di Suriah, tempat dirinya muncul dalam beberapa video ISIS yang menyerukan serangan terhadap Eropa. Keberadaan Abaaoud di Prancis menimbulkan pertanyaan besar tentang kegagalan keamanan.

"Kami tidak mendapat informasi apa pun dari negara-negara Eropa lain bahwa ia berhasil melintas sebelum tiba di Prancis," kata Cazeneuve.

Pada 16 November, atau tiga hari setelah pertumpahan darah di Paris, badan intelijen salah satu negara di luar Eropa mengindikasikan mereka mengetahui kehadiran Abaaoud di Yunani.

Cazeneuve mengatakan Abaaoud terlibat dalam rencana serangan yang gagal ke sebuah gereja di dekat Paris ketika secara tidak sengaja kakinya tertembak oleh tersangka lainnya, Sid Ahmed Ghlam.

Polisi juga menyelidiki hubungannya dengan serangan gagal di kereta cepat tujuan Amsterdam-Paris pada Agustus. Dua prajurit Amerika Serikat, yang sedang cuti dan seorang teman mereka, menghentikan kemungkinan pertumpahan darah itu dengan membekuk seorang pelaku yang menembakkan peluru di kereta tersebut.

Cazeneuve menuturkan seluruh serangan gagal yang diarahkan ke Prancis memiliki kesamaan modus operandi, yaitu merencanakan aksi kekerasan dari luar negeri untuk dilakukan milisi yang berasal dari negara-negara Eropa, melatih mereka menggunakan senjata kemudian mengirim mereka kembali ke wilayah Eropa untuk melakukan serangan.

"Semua orang harus mengerti pentingnya Eropa bangkit, membenahi diri, dan mempertahankan diri melawan ancaman terorisme," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement