REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat dan Barat telah mengandalkan mesin perang pesawat pengebom tak berawak (drone) sebagai salah satu andalan menumpas terorisme di beberapa negara Timur Tengah termasuk di Afganistan.
Namun drone pengebom ini justru menjadi senjata pencipta teroris dunia, karena banyak menyasar warga sipil tak berdosa dibandingkan target teroris. Hal ini diakui empat operator drone pengebom AS, Brandon Bryant, Cian Westmoreland, Stephen Lewis dan Michael Haas.
Mereka mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Barack Obama, Menteri Pertahanan AS, Ashton Carter dan Direktur CIA John Brennan. Keempat operator Drone ini mengungkapkan keterlibatan pesawat nirawak ini seringkali salah sasaran terhadap warga sipil tak berdosa, terutama pada target-target ISIS di Suriah.
Drone pengebom ini menciptakan warga sipil yang menderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSP), kondisi kejiwaan dan trauma psikologis.
Dalam wawancara dengan The Guardian, Brandon Bryant menceritakan bagaimana drone yang ia kendalikan menewaskan lima orang suku dan karavan unta dari Pakistan ke Afganistan. Meskipun ia tidak yakin, siapa mereka dan apa yang mereka lakukan.
"Kami ingin menyadarkan bahwa banyak warga sipil tak berdosa terbunuh. Dan kesalahan ini hanya memicu perasaan kebencian. Memicu terorisme seperti ISIS, yang memanfaatkan ini sebagai alat perekrutan kelompok fundamental," katanya dilansir AFP, Jumat (20/11).
"Kita ditugaskan menunggu target sampai tertidur dan kemudian membunuh mereka saat mereka tertidur," kata Bryant yang dalam salah satu koran menyebut mereka 'Pembunuh Pengecut." Ketika Bryant berhenti sebagai operator drone militer AS, ia diberitahukan telah membunuh 1.626 orang sejak 2009.
Presiden Obama telah memperluas penggunaan drone dalam memberantas kelompok radikal di kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah. Otorisasi yang diberikan Obama ini lebih luas dibandingkan Presiden AS sebelumnya George W Bush.