Selasa 02 Feb 2016 17:48 WIB

Penggugat Izin Masjid Bendigo Pantang Menyerah

Aksi gerakan Believe in Bendigo mendukung rencana pembangunan masid di kota itu.
Foto: abc
Aksi gerakan Believe in Bendigo mendukung rencana pembangunan masid di kota itu.

REPUBLIKA.CO.ID, BENDIGO -- Dua warga yang menentang rencana pembangunan masjid di Kota Bendigo meminta perpanjangan waktu untuk bisa mengajukan kasasi di Mahkamah Agung Australia. Keduanya pantang menyerah meskipun batas waktu kasasi sudah lewat.

Keberatan yang diajukan dua wanita ini sebenarnya sudah ditolak dalam Peradilan Sipil dan Administratif di negara bagian Victoria. Tidak puas, keduanya banding namun lagi-lagi ditolak pada Desember 2015. Setelah penolakan itu, secara hukum keduanya memiliki batas waktu 28 hari untuk mengajukan kasasi ke peradilan tertinggi, yaitu High Court Australia.

Dalam sistem peradilan di negara federal ini, setiap negara bagian memiliki Supreme Court (setara Pengadilan Tinggi di Indonesia), sedangkan peradilan tertinggi tingkat federal disebut sebagai High Court alias Mahkamah Agung.

Namun meski batas waktu 28 hari tersebut telah lewat, para penggugat ini kini mengajukan permintaan khusus agar gugatan mereka bisa diperiksa. Alasan-alasan khusus itu harus mampu meyakinkan majelis hakim di MA agar kasusnya bisa dijadwalkan untuk disidangkan.

Kasus ini bermula saat Australian Islamic Mission mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan masjid pada November 2013 kepada Pemerintah Kota Bendigo. Lokasinya terletak di Jalan Rowena Street di pinggiran kota.

Pemkot Bendigo memutuskan memberikan izin tersebut pada Juni 2014. Namun sejak itu, muncul berbagai rangkaian gugatan terhadap keputusan pemberian izin ini. Bahkan pihak dari luar Kota Bendigo pun pernah datang ke kota pedalaman yang tenang itu dan melakukan aksi demo menentang kehadiran masjid.

Kedua penggugat sejauh ini menyatakan telah menghabiskan dana 200 ribu dolar AS (sekitar Rp 2 miliar) untuk biaya gugatan. Kini mereka mencoba melakukan pengumpulan dana untuk membiayai aksinya.

Namun, kebanyakan warga Bendigo justru tidak mempermasalahkan kehadiran masjid di kota mereka. Hal itu terlihat dari besarnya dukungan bagi aksi yang dimotori kelompok bernama Believe in Bendigo.

Kelompok ini dimotori oleh wanita pengusaha Margot Spalding, yang mengumpulkan tokoh agama, pemuka masyarakat dan kalangan bisnis di kota itu. Pemimpin Gereja Anglikan di Bendigo John Roundhill termasuk salah seorang pendukung gerakan ini. "Orang luar yang datang ke Bendigo dan memprotes pembangunan masjid di sini sangat mengejutkan. Warga setempat tidak menyangka kemarahan dan kebencian dipertontonkan pada hari itu," katanya.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/2016-02-02/penggugat-izin-masjid-bendigo-di-australia-pantang-menyerah/1542650
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement