REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Buku bertajuk Imam Samudra's Revenge (Pembalasan Imam Samudra) karya Prof Angus McIntyre diluncurkan di Melbourne pekan lalu dan banyak mengungkap kepribadian koordinator lapangan bom Bali tersebut.
"Rasa terhina dan ketidakberdayaan untuk membela umat Islam tak berdosa dari kematian dan kehancuran yang disebabkan orang Barat, mendorong Imam Samudra untuk melakukan pembalasan terhadap warga sipil asal Amerika Serikat dan sekutunya di Bali," ujar Prof McIntyre menjelaskan saat peluncuran buku di Victoria State Library, sebagaimana dilaporkan wartawan ABC, Farid M Ibrahim.
Bom Bali pertama terjadi pada 12 Oktober 2002 di dalam Paddy'd Pub serta di depan Sari Club di Kuta yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia dan 38 warga Indonesia.
Menurut Prof McIntyre, konteks sosial politik yang memengaruhi Imam Samudra sebenarnya dialami pula oleh rekan-rekannya dalam kelompok Jamaah Islamiyah. Misalnya, keterlibatan mereka dalam gerakan Darul Islam serta konflik agama di Indonesia pada 1999.
"Faktor yang sama juga memengaruhi rekan Imam Samudra di Jamaah Islamiyah, tapi mereka sangat tidak menyetujui aksi yang dilakukan Imam Samudra di Bali," kata Prof McIntyre.
Karena itu, menurut Prof McIntyre, studinya lebih fokus pada aspek kepribadian dari Imam Samudra sehingga bisa menjelaskan mengapa pria asal Banten bernama Abdul Azis ini melakukan aksinya di Bali.