Kamis 03 Mar 2016 18:55 WIB

Kebijakan Imigrasi Australia Rusak Citra Papua

Pagar kawat berduri di luar pusat penahanan Pulau Manus di Papua New Guinea pada bulan Februari 2014.
Foto: abc
Pagar kawat berduri di luar pusat penahanan Pulau Manus di Papua New Guinea pada bulan Februari 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'Neill pada Kamis (3/3) menyatakan citra negaranya rusak akibat kebijakan keras imigrasi Australia yang menempatkan para pencari suaka ke pusat penahanan di wilayah Papua Nugini.

O'Neill menegaskan akan menutup pusat penahanan tersebut. Sejak 2013, koalisi pemerintahan di Canberra yang dipimpin oleh kelompok konservatif Partai Liberal mulai memberlakukan sejumlah kebijakan keras terhadap para pencari suaka dengan tema tunggal, "Usir Perahu".

Istilah itu merujuk pada alat transportasi yang digunakan para imigran untuk memasuki Australia. Dalam kebijakan tersebut, setiap orang yang tiba dengan perahu akan ditahan dan dikirim ke sebuah pulau kecil di Nauru atau Pulau Manus di Papua Nugini.

Selain itu, pemerintah Australia juga menginstruksikan pengusiran atau pengembalian perahu ke tempat asal. Papua Nugini sepakat menyediakan tempat sementara untuk migran yang diusir oleh Australia. Para pencari suaka itu kemudian harus menunggu keputusan pemerintah di Canberra soal pemerimaan atau penolakan permohonan relokasi tetap di Australia.

O'Neill mengatakan akan menutup pusat penahanan di Pulau Manus. Dia juga menjelaskan negaranya tidak mempunyai anggaran yang cukup untuk merelokasi para pencari suaka secara permanen. Keputusan relokasi tersebut sepenuhnya berada di tangah Australia.

"Pusat penahanan ini telah menimbulkan kerusakan bagi Papua Nugini lebih dari semua hal lain. Saat kami menyaksikan perempuan dan anak-anak sekarat di tengah laut, kami bertindak untuk menawarkan bantuan. Inilah yang kami lakukan," kata O'Neill saat menjawab pertanyaan apakah fasilitas penahanan migran merusak reputasi PNG.

"Namun di suatu waktu, kami harus menutup fasilitas penahanan itu. Mereka tidak bisa tinggal di Manus selamanya. Keputusan relokasi merupakan sepenuhnya kewenangan pemerintah Australia," kata dia.

Kebijakan Australia untuk menampung pencari suaka di negara lain telah memunculkan kritik tajam dari komunitas internasional, termasuk dari kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia sampai PBB.

Baca juga: Sejarah Hari Ini: Steve Fossett Pecahkan Rekor Terbang Solo Keliling Dunia

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement