Senin 04 Apr 2016 05:39 WIB

Sebarkan Kebencian terhadap Islam, Editorial Charlie Hebdo Dikecam

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Achmad Syalaby
An early morning commuter walks past a news stand displaying the new edition of the French satirical magazine Charlie Hebdo at Gare du Nord train station, in Paris, France, 25 February 2015.
Foto: EPA/Ian Langsdon
An early morning commuter walks past a news stand displaying the new edition of the French satirical magazine Charlie Hebdo at Gare du Nord train station, in Paris, France, 25 February 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Charlie Hebdo selama ini dianggap sebagai media satir yang menyindir simbol-simbol agama, termasuk Islam.Namun, seperti dilansir The Independent, Ahad (3/4), media yang berpusat di Paris, Prancis, itu menuai protes dari sejumlah kalangan. Alasannya justru lantaran Charlie Hebdo dinilai tidak lagi bersifat satir. 

Lebih dari itu, media yang sempat menjadi sasaran penyerangan teroris pada 7 Januari 2015 silam tersebut dianggap mulai berani menyebarkan propaganda kebencian, alih-alih sindiran semata, terhadap Islam.

Kritik itu merujuk pada editorial Charlie Hebdo tanggal 30 Maret 2016, berjudul "Bagaimana kita bisa sampai di sini?" (How did we end up here?). Editorial ini merespons aksi pengeboman di Brussels, Belgia, pada 22 Maret lalu.

Mehdi Hasan, presenter Al Jazeera, mengecam gaya tutur Charlie Hebdo yang memosisikan seluruh umat Islam sebagai ancaman. Hasan juga keberatan lantaran pada tahun lalu, Charlie Hebdo diberi penghargaan oleh PEN atas upaya "kebebasan berekspresi yang berani."

Penghargaan ini, menurut Hasan, tidak proporsional karena Charlie Hebdo menyamakan individu pendukung kekerasan, yang kebetulan beragama Islam, sebagai Islam itu sendiri. 

Meski begitu, dia mengakui, ada ratusan anggota PEN lainnya yang menolak penghargaan diberikan kepada Charlie Hebdo.Selain Hasan, penulis Afro-Amerika, Teju Cole juga mengaku kecewa terhadap Charlie Hebdo.

"(Charlie Hebdo) akhirnya mulai menjauh dari peran satir, 'Ini satir, tolong mengertilah'. Ia menjadi (media yang) menuding bahwa umat Islam, secara keseluruhan, adalah musuh," ujar Teju Cole seperti dikutip The Independent.

"Logika Charlie Hebdo juga serupa menyeramkannya. Bahwa tidak ada Muslim yang baik. Bahwa 'kita harus melakukan sesuatu' terhadap orang-orang itu (Islam). Tak peduli, ada di antara mereka yang tidak suka kekerasan." 

Cole lantas menambahkan, cara Charlie Hebdo menyamaratakan umat Islam sebagai ancaman justru menjadi racun bagi kemajuan peradaban.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement