Rabu 20 Apr 2016 09:05 WIB

Swiss Permasalahkan Siswa Lelaki tak Mau Jabat Tangan Guru Perempuan

Rep: Gita Amanda/ Red: Nur Aini
Bersalaman (ILustrasi)
Foto: wordpress.com
Bersalaman (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,THERWIL -- Proses kewarganegaraan keluarga Suriah terhambat setelah dua anak laki-laki dari keluarga itu menolak berjabat tangan dengan guru perempuan mereka. Keduanya beralasan hal itu tak sesuai dengan ajaran Islam.

Dilansir laman Aljazirah, Selasa (19/4), Swiss telah menghentikan proses kewarganegaraan bagi keluarga dari dua bersaudara pemuda Suriah yang menolak bersalaman dengan guru perempuan mereka. Namun insiden ini memicu perdebatan nasional mengenai kebebasan beragama di Swiss.

Kedua pemuda berusia 14 tahun dan 15 tahun. Mereka merupakan seorang anak pengungsi Suriah yang diberi suaka pada 2001. Keduanya menempuh pendidikan di sebuah sekolah di Therwil. Mereka mengatakan bersentuhan fisik dengan perempuan yang bukan anggota keluarga melanggar ajaran agama mereka, Islam.

Laporan ini juga menunjukkan bahwa penundaan dalam proses pemberian kewarganegaraan merupakan hal umum yang dilakukan pemerintah. Banyak dari mereka menunda karena membutuhkan informasi tambahan untuk keluarga bersangkutan.

Kedua anak telah dibebaskan dari kebiasaan murid Swiss menjabat tangan guru. Para pejabat di Therwil juga memerintahkan mereka menghindari kontak dengan guru laki-laki untuk menghindari diskriminasi gender.

Namun hal itu memicu respon lain. Politisi terkemuka Swiss yang juga Menteri Kehakiman, Simonetta Sommaruga, bersikeras berjabat tangan merupakan bagian dari budaya Swiss.

Kantor berita Swiss Le News mengutip Presiden Komisi yang mengawasi aplikasi kewarganegaraan Georges Thuring mengatakan ia tak berpikir bisa berbicara mengenai integritas dengan obyek kebiasaan jabat tangan. Namun menurutnya secara pribadi ia menolak permohonan mereka.

"Sebagai presiden komisi, saya yakinkan Anda permohonan sedang diperiksa dengan benar seperti yang lainnya," kata Thuring.

Le News mengatakan saat diwawancarai, dua siswa tersebut bersikeras bahwa mengharuskan mereka menjabat tangan guru adalah tindakan diskriminatif. "Tak ada yang bisa memaksa kami menyentuh tangan," kata salah satu dari mereka.

Dari delapan juta populasi Swiss, ada sekitar 350 ribu Muslim di antaranya. Sebelumnya sengketa serupa juga terjadi saat orangtua Muslim meminta sekolah membebaskan anak perempuan mereka dari pelajaran berenang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement