REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Menurut sebuah studi terobosan terbaru, pemindaian otak bisa mengungkap apakah seseorang menderita depresi dan menunjukkan depresi jenis apa yang mereka miliki.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Medicine ini menunjukkan teknik pencitraan medis, yang umumnya dikenal sebagai MRI, menunjukkan perbedaan yang jelas di otak manusia yang menderita berbagai jenis depresi.
Para peneliti melakukan pemindaian MRI pada orang yang didiagnosa dengan depresi, sementara mereka menonton film bahagia dan sedih. Mereka menemukan, ada perubahan neuro-biologis yang sangat berbeda di berbagai bagian otak, tergantung pada jenis depresi yang mereka miliki.
Profesor Gordon Parker dari Institut Black Dog mengatakan, hal itu merupakan terobosan yang signifikan.
"Studi ini jelas informatif dalam memberitahu kami bahwa ada setidaknya dua jenis utama dari depresi. Salah satunya adalah depresi yang sangat biologis yang kami sebut 'melankolis'. Kami harus mampu mengidentifikasi kondisi ini sehingga orang dengan kondisi ini bisa diobati dengan benar,” jelas Prof Gordon.
Ia menerangkan, "Kami perlu cara yang lebih baik untuk memisahkan jenis biologis depresi dari kondisi lain. Dan terutama, ketika kami mengetahui penyebab dan daerah otak yang mempengaruhi itu -ini adalah kesempatan untuk mengembangkan pengobatan yang lebih tepat.”
"Saya pikir itu membangun sebuah cerita yang semakin jelas tentang letak masalahnya di otak ketika mereka membuka panduan depresi melankolis ‘Black Dog’," ujarnya.
Pemimpin kelompok peneliti ini, Michael Breakspear mengatakan temuan ini akan membantu dokter menerobos gejala yang seringkali tumpang tindih yang dialami orang-orang dengan pengalaman depresi. "Sejumlah studi pencitraan otak kami, baru-baru ini, telah menemukan sub-tipe yang berbeda dari pola aktivitas di otak pada orang dengan depresi," kemukanya.
Ia menuturkan, "Apa yang telah kami lakukan dalam psikiatri hanya mengelompokkan orang ke dalam gangguan berdasarkan gejala mereka.”
“Tapi di saat teknologi pencitraan telah maju, kami sekarang pada titik di mana kami bisa menemukan perbedaan istimewa yang mendasari otak orang-orang, yang kami tahu dari studi lain, merespon secara berbeda terhadap berbagai jenis obat-obatan,” jelasnya.
Studi bersama ini dilakukan oleh Institut Penelitian Medis ‘QIMR Berghofer’, Universitas New South Wales dan Institut Black Dog. Sementara masih dibutuhkan bertahun-tahun sebelum alat diagnostik ini siap untuk digunakan lebih umum, Profesor Gordon mengatakan, temuan itu merupakan langkah penting menuju pengobatan depresi yang lebih efektif.
"Ini semacam memajukan pengamatan klinis yang kami ketahui sejak lama -selama lebih dari 2.000 tahun," sebutnya.
Sang Profesor mengatakan, "Studi ini tak hanya menunjukkan bahwa orang dengan melankolia memiliki pemutusan tertentu di otaknya yang tak ditunjukkan orang dengan depresi non-melankolis dan orang normal, bahkan ketika tertekan. Itu menunjukkan area di otak yang terlibat dan mengatakan sesuatu seperti proses kausal sebenarnya di mana sesuatu menjadi salah ketika orang tersebut sedang kambuh."