REPUBLIKA.CO.ID, MUNGALLALA -- Menurut Kantor Pajak Australia, penduduk kota Mungallala di Queensland selatan, rata-rata membawa pulang gaji setahun sedikit lebih banyak dari 3.000 dolar AS (atau setara Rp 30 juta) dan membuat kota pedesaan kecil ini menjadi yang termiskin di Australia.
Dengan populasi 150 orang, kota ini telah mengalami nasib buruk bertahun-tahun. Industri pemotongan kayu Mungallala rusak parah akibat kebakaran pada 2007, dan masyarakat di sana dicengkeram oleh kekeringan selama bertahun-tahun.
Namun penduduk setempat mengatakan, mereka tak merasa miskin, dan uang yang mereka kurang punya, tergantikan dalam semangat komunitas.
Pemotongan kayu Mungallala
Pekerja pabrik pemotongan kayu dibayar paling rendah dalam hirarki sistem penggajian. Mereka adalah kelas terbawah. Sebagian besar dari mereka akan membawa pulang sekitar 600 dolar AS (atau setara Rp 6 juta) sepekan. Ini cukup untuk sebulan tapi benar-benar tak ada yang lain.
Dulunya, pabrik pemotongan kayu di sana adalah lapangan kerja terbesar di kota ini, menyediakan pekerjaan untuk 20-30 orang, walau memiliki masa lalu yang berliku.
Pada 2013, pemilik tempat pemotongan kayu, NK Collins, dilikuidasi dan 10 orang kehilangan pekerjaan mereka. Sebelum itu, tiga remaja membuat pabrik itu kebakaran pada tahun 2007, ketika mencoba untuk mencuri bahan bakar.
"Itu ulah beberapa anak muda yang mengambil beberapa bahan bakar. Mereka memantik api di atas jerigen untuk melihat berapa banyak bahan bakar yang mereka miliki, tapi justru mengalami ledakan kecil," kata manajer tempat pemotongan kayu, Jacqui Beale.
Jacqui, bagian keuangan di pabrik itu mengatakan, ia menjalankan pabrik sementara sang manajer pulih dari kecelakaan di tempat kerja. Karam Singh, Swarnjit Singh dan Gaganjot Kaur datang ke kota kecil itu untuk bekerja di pabrik.
Karam Singh mengatakan, Mungallala jauh lebih kecil dari apa yang mereka harapkan, berpikir bahwa mereka telah tiba di tempat yang salah. Tapi dengan cepat, mereka mencintai kota ini. Saya bilang 'seberapa besar Mungallala?' dan teman saya mengatakan, 'itu sedikit lebih kecil dari Melbourne'. Jadi ketika saya datang ke sini dan sopir bus mengatakan 'ini Mungallala' dan saya berkata, 'bukan, bukan ini, saya tak percaya itu. Tapi sekarang kami bekerja dan hidup di sini, itu seperti rumah kami dan kami menyukainya," katanya.