Selasa 28 Jun 2016 11:03 WIB

Setelah Brexit, Kekerasan Terhadap Muslim Inggris Meningkat

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Teguh Firmansyah
Muslimah Inggris
Foto:
Brexit

Pemimpin Tell MAMA, Shahid Malik mengatakan angka statistik mengindikasikan ledakan anti-Muslim baik di daring maupun di jalanan. Pertumbuhan eksponensial ini adalah fakta bahwa upaya memerangi kebencian masih gagal.

"Dengan latar Brexit dan peningkatan insiden rasial, pemerintah harus melakukan sesuatu dengan cepat untuk para minoritas," kata dia. Penduduk membutuhkan pemerintah, partai politik dan media untuk menanggung tanggung jawab atas xenofobia ini.

Laporan menyebut 61 persen dari korban aksi kebencian adalah perempuan. Sebanyak 75 persen sangat mudah dikenali sebagai Muslim. Tell MAMA mengatakan perempuan sering kali jadi sasaran empuk ketika sedang bepergian di transportasi umum, pusat kota hingga pusat perbelanjaan.

Sekitar 11 persen terjadi di sekolah atau kampus. Sebanyak 35 kasus terkait serangan fisik. Pada Senin di Commons, Cameron menggambarkan insiden rasial terkait migran dan hasil referendum sangat tercela. Walikota London, Sadiq Khan meminta penduduk untuk waspada tinggi.

Sementara, Sekretaris Jenderal Muslim Council of Britain, Shuja Shafi menyatakan kekhawatiran bahwa krisis politik akibat Brexit akan mengancam kedamaian sosial. "Saya menyeru semua politisi untuk bersama dan menyembuhkan hasil kampanye ini," kata dia.

Inggris telah menyaksikan dampak perpanjangan dari referendum. Dimana laporan aksi dan celaan kebencian terhadap minoritas jadi semakin sering terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement