REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki meminta Amerika Serikat menyerahkan Fethullah Gulen, ulama terduga dalang kudeta gagal terhadap pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Selain itu, pemerintah Turki juga terus melakukan pembersihan terhadap pemberontak setelah menangkap ribuan tentara. Pejabat keamanan kepada Reuters mengungkapkan sekitar 8.000 polisi dipecat dari jabatannya karena diduga terlibat dalam upaya kudeta pada Jumat pekan lalu itu.
Sekitar 30 gubernur dan 50 pejabat sipil juga dipecat, demikian berita dari CNN Turk. Perdana Menteri Binali Yildirim mengatakan 7.543 orang ditahan, termasuk 6.038 tentara. Pembersihan juga dilakukan di kalangan pegawai negeri.
Pemerintah Turki menuding Fethullah Gulen, seorang ulama yang tinggal di Amerika Serikat dan mempunyai banyak pengikut di Turki, sebagai pihak yang menjadi dalang upaya kudeta. Gulen membantah tuduhan tersebut.
Ankara meminta Washington menyerahkan Gulen. Amerika Serikat kemudian menyatakan siap memulangkan Gulen dengan syarat ada bukti cukup dari Turki.
Yildirim menolak permintaan tersebut.
"Kami akan kecewa jika Amerika Serikat meminta kami menyediakan bukti meski organisasi tersebut telah berupaya menghancurkan pemerintahan terpilih dengan perintah orang tersebut (Gulen). Pada tahap ini, pertemanan kami (dengan Amerika Serikat) mungkin harus mulai dipertanyakan," kata Yildirim.
Baca: Jerman Ancam Turki Jika Hukuman Mati Kembali Berlaku
Menurut keterangan Yildirim, 232 orang tewas dalam upaya kudeta pada Jumat, 208 di antaranya adalah penduduk sipil, polisi dan tentara yang loyal kepada Erdogan. Kudeta itu gagal setelah Erdogan menelepon sebuah stasiun televisi dan meminta pengikutnya turun ke jalan menolak kudeta.
Erdogan yang saat itu sedang berlibur kemudian langsung kembali ke Istanbul pada Sabtu pagi. Pada Ahad, dia mengatakan parlemen harus mempertimbangkan permintaan rakyat untuk menerapkan hukuman penalti bagi pelaku kudeta.
"Kita tidak bisa mengabaikan tuntutan ini. Dalam negara demokrasi, apa pun permintaan permintaan rakyat harus dipatuhi," kata Erdogan di depan pendukungnya.
Turki menghapus hukuman mati sejak 2004 sebagai bagian dari reformasi untuk menggabungkan diri dengan Uni Eropa.