REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Warga Thailand pada Ahad (7/8), memberikan suara mereka dalam referendum mengenai konstitusi baru yang didukung junta. Konstitusi baru ini akan menjadi pembuka bagi pemilihan umum pada 2017.
Junta yang berkuasa sejak kudeta pada Mei 2014 lalu memerintahkan untuk menulis ulang konstitusi. Mereka mengatakan versi baru konstitusi akan mengantar era baru politik bersih dan demokrasi yang stabil di Thailand.
Pemerintah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha yang merupakan salah satu jenderal angkatan darat telah melarang demonstrasi politik dan kampanye independen yang menentang rancangan konstitusi. Para penentang mengatakan banyak warga yang tak paham mengenai isi draf konstitusi baru, tetapi para pejabat mengatakan mereka telah mendistribusikan informasi terkait itu hingga satu juta eksemplar di seluruh negeri.
Di sebauh bilik pemungutan suara di Bangkok di mana Prayuth akan ikut memberikan suaranya, para petugas menunjukkan kotak suara kosong dan masih disegel kepada wartawan. Setelahnya Prayuth membiarkan pemilih pertama memasuki bilik.
"Ayo keluar (untuk memilih) karena hari ini penting bagi masa depan negara. Ini adalah tugas Anda dan ini adalah bagian dari demokrasi, suatu proses yang diakui secara internasional," kata Prayuth.
Pemungutan suara juga dinilai sebagai uji popularitas pertama bagi pemerintahan junta yang dipimpin Prayuth. Prayuth mengatakan, ia tak akan mundur jika warga Thailand menolak konstitusi dan pemilu akan tetap berlangsung tahun depan tak peduli apapun hasil referendum.
Komisi Pemilihan Umum Thailand memperkirakan 80 persen warga menggunakan suara mereka dalam referendum. Hasil awal referendum diperkirakan akan keluar pada pukul 20.00 waktu setempat.
Menjelang referendum, jajak pendapat menunjukkan ada sekelompok kecil warga yang mendukung referendum. Namun, sebagian besar pemilih masih belum memutuskan pilihannya.