REPUBLIKA.CO.ID, QUETTA -- Pengacara Pakistan menggelar aksi mogok nasional pada Selasa (9/8). Aksi itu dilakukan setelah puluhan rekannya tewas dalam serangan bom bunuh diri di sebuah rumah sakit di kota barat daya Quetta.
Staf medis mengatakan, ada 60 orang terbunuh dalam pengeboman di sebuah rumah sakit pemerintah. Mereka merupakan pengacara yang berkumpul untuk berkabung atas pembunuhan sebelumnya yang menewaskan presiden Baluchistan Bar Association, Bilal Anwar Kasi.
ISIS adalah salah satu dari dua kelompok militan Islam yang mengklaim bertanggung jawab atas kekejaman itu, kendati ada keraguan ihwal klaim kelompok tersebut.
Ini adalah yang terbaru dan mematikan dalam serangkaian serangan terhadap pengacara di Pakistan. "Betapa lemah dan menyedihkannya, orang-orang menargetkan rumah sakit tempat perempuan dan anak-anak, lokasi pasien pergi untuk mendapatkan pengobatan?" kata Jaksa Agung Pakistan Ashtar Ausaf Ali dalam protes di luar Mahkamah Agung di Islamabad.
Presiden Supreme Court Bar Ali Zafar menyerukan pemerintah untuk berbuat lebih banyak dalam melindungi pengacara. Hal senada disampaikan Ali Malik, seorang pengacara yang berbasis di Lahore.
"Pengacara relatif lebih vokal terhadap militansi dan mereka berjuang terhadap kasus yang dituduh terorisme, sehingga masuk akal bahwa mereka menjadi sasaran," ujarnya.
Baca juga, AS Kutuk Serangan RS Pakistan.
Sebuah serangan pada pengacara merupakan sebuah ejekan terhadap lembaga penegak hukum. "Itu merusak janji-janji negara melawan teroris dan ketakutan antara warga negara," lanjut dia.