REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Pemerintah negara bagian New South Wales (NSW) telah menyiapkan dana sebesar 202 juta dolar Australia atau setara dengan Rp 2 triliun untuk merenovasi ikon wisata Kota Sydney yaitu Sydney Opera House, yang dibuka untuk umum sejak tahun 1973.
Gedung yang terdaftar sebagai warisan dunia versi UNESCO itu setiap tahunnya dikunjungi oleh tak kurang dari 8 juta orang wisatawan, dan membawa pemasukan sebesar 775 juta dolar Australia untuk negara bagian NSW, demikian dilansir data Deloitte Access Economics tahun 2013.
Renovasi akan dimulai tahun 2017 dan diperkirakan selesai tahun 2020, dengan fokus perbaikan akustik, sistem suara 3 dimensi, dan akses bagi pengunjung. Beberapa ruangan kantor yang tidak terpakai akan diubah menjadi Pusat Belajar Kreatif yang ramah buat keluarga.
"Sydney Opera House adalah simbol Australia modern," kata Troy Grant, wakil Premier NSW, seperti dikutip Reuters, Kamis (11/8). "Adalah tanggung jawab kami sebagai pengelolanya untuk menjaga dan meremajakannya demi seluruh warga Australia."
Troy berjanji renovasi gedung hasil disain arsitek Denmark Jorn Utzon tidak akan merusak tampilan luar gedung yang berwujud seperti layar ketika dilihat dari Jembatan Pelabuhan Sydney.
Sejak dibuka, Sydney Opera House memang dilanda kendala sistem akustik. Berdasarkan hasil survei oleh majalah musik Australia "Limelight" terhadap para artis, penonton, dan kritik seni di tahun 2011, diketahui bahwa gedung Sydney Opera House mendapat skor paling buruk untuk akustik dibandingkan dengan 20 gedung serupa di seluruh dunia.
Direktur Sydney Symphony Orchestra, Rory Jeffes, dalam sebuah pernyataan menyebutkan "(dengan renovasi ini) Orang akan bisa menikmati orkestra terbaik di dunia dengan akustik yang terbaik di dunia."