REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry dan Menlu dari delapan negara di Afrika dijadwalkan akan bertemu di Ibu Kota Kenya, Nairobi, Senin (22/8). Pertemuan ini dilakukan untuk membahas konflik yang terjadi di Sudan Selatan.
Konflik di Sudan Selatan meletus pada akhir 2013 lalu. Konflik ini melibatkan Presiden Salva Kiir dan wakilnya Riek Machar. Keduanya berasal dari etnis besar berbeda, yaitu Dinka dan Nuer.
Selama dua tahun, pemberontakan dilakukan Machar untuk menyaingi Kiir. Pada Agustus 2015, kesepakatan damai tercapai dan Machar kembali melanjutkan peran sebagai wakil presiden.
Namun, kekerasan kembali terjadi saat Machar menarik pasukannya dari Ibu Kota Sudan Selatan, Juba pada Juli lalu. Ia dipecat sebagai wakil presiden oleh Kiir dan pergi ke pengasingan di Kongo.
"Kami akan berbicara bagaimana rakyat Sudan Selatan dapat bergerak maju dan menacapai perdamaian. Mereka sudah menderita terlalu lama," ujar seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS dilansir Reuters, Senin (22/8).
Ia menjelaskan selama ini krisis kemanusiaan yang begitu parah sudah terjadi di Sudan Selatan. Hampir satu juta orang menjadi pengungsi karena konflik yang terus berkecamuk di negara itu.
Baca juga, Puluhan Ribu Warga Sudan Selatan Terancam Mati Kelaparan.
Masyarakat internasional menurutnya selama ini telah membantu memberi sumbangan dana untuk mengatasi kriris negara yang berdiri pada 2011 lalu itu. Sejak konflik terjadi, sumber perekonomian Sudan Selatan, salah satunya dari produksi minyak telah anjlok.
Kekuatan dunia dan negara-negara di Afrika juga telah berusaha menemukan faksi-faksi yang berpengaruh dalam konflik Sudan Selatan. Khususnya adalah serangan yang terjadi pada Juli dan menyerang warga asing, termasuk pekerja sosial.