Selasa 23 Aug 2016 11:12 WIB

Sarkozy akan Kembali Bersaing di Pilpres Prancis

Rep: Puti Almas/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan presiden Prancis, Nicolas Sarkozy.
Foto: AFP
Mantan presiden Prancis, Nicolas Sarkozy.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Mantan presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengumumkan akan kembali mengikuti pemilihan untuk menjadi pemimpin di negara itu. Pemilihan rencananya digelar pada tahun depan.

Pria kelahiran 28 Januari 1955 itu merasa yakin masih memiliki kekuatan untuk memimpin salah satu negara di Eropa Barat tersebut. Bahkan, di saat Prancis menghadapi berbagai macam situasi terburuk sepanjang sejarah.

"Saya memiliki kekuatan untuk memimpin pertempuran, sama seperti sebelumnya, di saat keadaan paling buruk sepanjang sejarah Prancis," ujar Sarkozy seperti dilansir BBC, Selasa (23/8).

Untuk dapat mengikuti pemilihan presiden Prancis tahun depan, ia harus terlebih dahulu memenangkan pemilihan kandidat dari Partai Uni Pergerakan Popular (UMP). Rencananya, pemilihan ini berlangsung pada November.

Banyak orang yang tidak meragukan kemampuan Sarkozy selama menjabat sebagai presiden pada 2007 hingga 2012 lalu. Namun, tak sedikit juga yang melihat janji-janji pria berusia 61 itu selama kampanye tidak dapat terwujud.

Di antaranya adalah tingkat pengangguran di Prancis meningkat dan krisis ekonomi terjadi cukup parah, khususnya saat ekonomi dunia mengalami goncangan pada 2008.

Ia juga diragukan untuk dapat kembali maju sebagai kandidat presiden dari partainya, Setidaknya, Sarkozy harus bersaing dengan 10 politisi lain yang juga memiliki potensi dan kesempatan besar memenangkan pemilihan.

Pesaingnya seperti Francois Fillon, mantan perdana menteri Prancis di era Sarkozy. Kemudian Alain Juppe, yang juga mantan perdana menteri negara itu pada 1995 hingga 1997. Juppe menjadi salah satu sosok yang diunggulkan untuk menang dalam pemilihan kandidat presiden dari partai sayap kanan tersebut.

Baca juga, Sarkozy Kritik Pemerintah.

Selama ini, pihak yang tidak menyukai Sarkozy menilai bahwa dirinya tidak memiliki karakter pemimpin yang adil. Penegakan hukum dan keadilan di Prancis dinilai sangat lambat saat dirinya memimpin negara itu. Bahkan, ia dituding dengan sengaja mengubah aturan agar bisa melebihi batas dana kampanye dalam pemilihan 2012 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement