REPUBLIKA.CO.ID, TASHKENT -- Presiden Uzbekistan Islam Karimov meninggal dunia di usia 78 tahun setelah menderita stroke. Dia masuk rumah sakit sejak Sabtu pekan lalu. Pada Jumat (1/9), kesehatan Karimov menurun tajam.
Sepanjang perjalanan kariernya, Karimov banyak dikritik oleh barat dan kelompok pegiat hak asasi manusia (HAM) karena gaya kepemimpinannya yang dinilai otoriter. Karimov menjadi pejabat di Partai Komunis Uni Soviet, menjadi Sekretaris Pertamanya di Uzbekistan pada 1989.
Pada 24 Maret 1990 ia menjadi Presiden Republik Sosialis Soviet Uzbek. Ia mendeklarasikan kemerdekaan Uzbekistan pada 31 Agustus 1991 dan menang dalam pemilihan presiden pertama Uzbekistan pada 29 Desember tahun itu dengan 86 persen suara. "Ya, dia telah meninggal," ujar salah satu dari sumber diplomatik saat ditanya tentang kondisi Karimov, Sabtu (2/9) dilansir Reuters.
Perdana Menteri Turki Binali Yildrim menjadi pemimpin negara sahabat yang mengucapkan belasungkawa atas kepergian Karimov. Kedua negara tersebut memiliki hubungan dekat, baik dari sisi etnis, budaya dan bahasa.
Pemakaman Karimov akan berlangsung di kampung halamannya di Samarkand, di mana ibunya dan dua saudaranya juga dikuburkan di sana. Pemerintah kota setempat telah memobilisasi para pekerja umum untuk membersihkan tengah jalan-jalan.