Rabu 14 Sep 2016 14:34 WIB

Suu Kyi Pertama Kali Temui Obama sebagai Pemimpin Myanmar

Presiden AS Barack Obama dan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi
Foto: Reuters/Soe Zeya Tun
Presiden AS Barack Obama dan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Aung San Suu Kyi dari Myanmar bertemu dengan Presiden Barack Obama pada Rabu (14/9) dalam kunjungan pertamanya ke Amerika Serikat sejak partainya memenangi pemilu tahun lalu, yang mengakhiri perjalanan dari seorang tahanan politik menjadi pemimpin nasional.

Dengan Suu Kyi tidak lagi sebagai seorang tokoh oposisi, Amerika Serikat meringankan sejumlah sanksi terhadap Myanmar, yang dahulu disebut dengan Burma, saat Obama ingin memperbaiki hubungan dengan sebuah negara yang dikucilkan oleh Washington saat masih berada di bawah pemerintahan junta militer.

Suu Kyi juga diperkirakan menemui Wakil presiden Joe Biden, Menteri Luar Negeri John Kerry dan sejumlah anggota tinggi Kongres.

"Sebelumnya hanya mendorongnya (Suu Kyi) dan mendukungnya dalam peran sebagai seseorang yang memperjuangkan demokrasi. Saat ini mereka (para pejabat AS) bertemu dengan seseorang yang berwenang dalam pemerintahan," ujar Murray Hiebert, seorang pakar Asia Tenggara dari Pusat Studi Strategi dan Internasional Washington.

Obama diharapkan berkonsultasi dengan Suu Kyi terkait apakah mereka akan meringankan sejumlah sanksi Amerika Serikat untuk membantu perubahan demokratis dan investasi dalam negaranya, Gedung Putih mengatakan.

Amerika Serikat telah meringankan sejumlah sanksi terhadap Myanmar pada awal tahun ini untuk mendukung reformasi politik namun masih mempertahankan sebagian besar halangan perekonomiannya dengan harapan untuk menghukum mereka yang dipandang menghambat pemerintah yang terpilih secara demokratis.

Militer mundur dari kekuasaan langsung kenegaraan pada 2011 setelah berkuasa selama 49 tahun, namun masih mempertahankan sebuah peran komando dalam perpolitikan, menduduki 25 persen kursi dalam parlemen dan meminpin tiga kementerian kunci.

Tantangan

Suu Kyi dilarang menjadi presiden di bawah konstitusi yang dirancang oleh pihak militer dikarenakan anak-anaknya bukanlah warga negara Myanmar. Dia menjabat sebagai pemimpin de fakto negara melalui posisinya sebagai menteri luar negeri dan penasihat kenegaraan.

Dia menghadapi tantangan terkait membawa hubungan Myanmar dengan Amerika Serikat dan dengan Cina, yang masih berhubungan dengan pemerintahan militer. "Dinamika AS-Myanmar, bukanlah sebuah hubungan strategis yang dekat hingga menyingkirkan China namun memperkenalkan hal yang lebih berimbang," ujar Richard horsey, seorang analis politik independen dari Yangon.

Terdapat juga sejumlah halangan besar dari dalam negeri untuk peraih hadiah Nobel itu.

Suu Kyi menuai kritikan dari para kelompok hak asasi karena gagal untuk menangani kalangan minoritas Muslim Rohingya. Yang sekitar 125 ribu orang masih berada di sejumlah kamp pengungsian di pantai barat negara menyusul adanya konflik antara kalangan buddhis dengan Muslim pada 2012.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement