Kamis 29 Sep 2016 14:48 WIB

Mayoritas LGBTI di Australia Sembunyikan Identitas Seksual

Tolak LGBT/Ilustrasi
Tolak LGBT/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Hampir setengah dari lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks (LGBTI) di Australia menyembunyikan identitas seksual mereka di tempat kerja. Sementara satu dari lima warga Australia melaporkan tindakan diskriminasi karena warna kulit mereka.

Temuan ini merupakan bagian dari Festival Internasional Dive In yang diprakarsai oleh perusahaan asuransi Lloyd. Festival ini bertujuan untuk melihat kemajuan dan aktivitas keanekaragaman serta inklusivitas di tempat kerja.

Laporan ini menemukan enam dari 10 orang LGBTI di Australia mengalami pelecehan verbal homofobia di tempat kerja, sementara dua dari 10 mengalami kekerasan fisik. "Penelitian menunjukkan ketika staf LGBTI bersikap terbuka kepada semua mengenai identitas mereka, maka terlihat peningkatan produktivitas hingga 15 sampai 30 persen dan juga tingkat retensi membaik hingga sebesar 10 persen," kata Chris Mackinnon, perwakilan umum Lloyd di Australia, dalam sebuah pernyataan.

"Jika seseorang menghabiskan setengah dari energi mereka untuk menyembunyikan realita mereka, hal ini akan memicu kehidupan ganda dan membuat-buat alasan, kemudian mereka tidak bekerja secara otentik dan mereka juga tidak akan bisa terlibat penuh atau produktif,” katanya.

Lima tahun lalu, sebuah studi di AS menunjukan hampir 50 persen karyawan LGBTI tidak mengungkapkan identitas seksual mereka di perusahaan tempat mereka bekerja.

Kebudayaan, disabilitas dan diskriminasi

Kajian ini berusaha mengungkap area lain dari perlakuan diskriminasi juga. Lloyd menemukan jika Bahasa Inggris bukan merupakan bahasa ibu dari seorang pekerja, maka mereka tga kali berpeluang mengalami diskriminasi di lingkungan kerja ketimbang penutur Bahasa Inggris asli.

"Australia merupakan salah satu negara paling multikultural di dunia, dengan lebih dari sepertiga dari kita bermigrasi ke negara ini selama lebih dari 70 tahun,” kata Mackinnon.

"Penelitian menunjukkan memiliki tenaga kerja yang memiliki latar belakang budaya yang beragam menguntungkan untuk bisnis: keragaman budaya bisa mendorong kreativitas dalam inovasi produk, pemasaran dan periklanan, dan keterlibatan pelanggan yang lebih baik."

Selain itu, laporan tersebut juga memperkirakan 43 miliar dolar AS dapat ditambahkan dalam pendapatan kotor (GDP) warga Australia selama lebih dari 10 tahun jika saja diskriminasi bagi penyandang disabilitas bisa diatasi, sementara 25 miliar dolar AS lainnya bisa ditambahkan jika orang berusia di atas 55 tahun mampu menemukan pekerjaan yang dibayar.

Satu dari lima orang memiliki salah satu bentuk disabilitas,tapi Australia termasuk yang paling buruk tingkat perekrutan kerja bagi warga difabel di negara-negara berkembang, dengan hanya menempati peringkat 21 dari 29 negara anggota OECD.

Laporan ini juga menemukan ada banyak kemajuan dalam sektor keragaman gender dibanding area yang lain. Laporan ini menyebutkan perusahaan dengan keragaman gender yang tinggi memiliki tingkat pendapatan 15 persen lebih tinggi dari rata-rata pendapatan industrinya.

Direktur Eksekutif Lloyd, Inga Beale, yang ditunjuk pada 2013, merupakan perempuan pertama yang mengepalai perusahaan ini selama 328 tahun sejarah perusahaan tersebut dan meluncurkan laporan ini di Sydney melalui pesan videonya. "Kita harus memastikan kalau kita memiliki praktik yang menerima semua orang, apapun latar belakang mereka, pengalaman mereka, apapun itu mengenai diri mereka yang mungkin membuat mereka sedikit berbeda,” katanya.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/lgbti-australia-masih-enggan-ungkap-identitas-seksual/7886406
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement