Senin 10 Oct 2016 15:43 WIB

Presiden Taiwan tak akan tunduk pada Cina

Presiden baru Taiwan Tsai Ing-wen memberikan pidato saat pelantikannya di Taipei, Jumat, 20 Mei 2016.
Foto: AP Photo/Chiang Ying-ying
Presiden baru Taiwan Tsai Ing-wen memberikan pidato saat pelantikannya di Taipei, Jumat, 20 Mei 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengajak Cina berunding demi menjaga perdamaian kedua wilayah itu di tengah berhentinya komunikasi resmi selama lima bulan kedua negara.

Namun, Tsai dalam pidato pertama Hari Nasional tampak tidak mengakui Taiwan adalah bagian dari Cina. Pengakuan terhadap hal itu adalah syarat utama sebelum kedua wilayah dapat kembali berhubungan.

Cina kerap merujuk hubungan keduanya sebagaimana diatur dalam "kesepakatan 1992". Oposisi Tsai mengatakan, Presiden mengirim sinyal rujuk ke Cina, tetapi ia memilih kata dengan cermat agar tidak kehilangan dukungan pegiat anti-Cina di wilayahnya.

"Kedua pihak mesti duduk bersama dan berunding secepat mungkin," kata Tsai merujuk dua pimpinan wilayah yang dipisahkan Selat Taiwan.

Perairan itu memisahkan pulau utama Cina dengan Taiwan. Biasanya, Pidato Hari Nasional disampaikan untuk menegaskan kedudukan Taiwan terhadap Cina.

"Tiap hal dapat dibicarakan selama tujuannya menjaga perdamaian kawasan selat agar tetap kondusif, hingga menyejahterakan rakyat kedua pihak," katanya dalam pidato depan pejabat dalam negeri dan perwakilan asing yang disiarkan langsung televisi Taiwan.

Tsai beserta Partai Demokrasi Progresif (DPP) memerintah Taiwan akhir Mei lalu setelah menang dari penguasa sebelumnya, Partai Nasionalis. Cina tampak tak mempercayai DPP karena dulunya kerap menuntut kemerdekaan Taiwan. Negara itu dianggap mampu mengambil alih dengan paksa pemerintahan wilayah tersebut jika dibutuhkan.

Namun, Tsai mengatakan akan menjaga hubungan konsisten, stabil, dan berkelanjutan dengan Cina. Perempuan itu sering mengulangi hubungan antarwilayah mesti didasari akumulasi capaian yang didapat dari interaksi dan perundingan antarwilayah selama 20 tahun sejak 1992.

"Komitmen dan itikad baik kami tak akan berubah. Akan tetapi, kami tak akan tunduk pada tekanan, juga tak kembali pada gaya konfrontasi lama," katanya.

Konsensus 1992, yang disepakati pemerintahan Nasionalis, menyebutkan Taiwan adalah bagian dari kesatuan Cina, tetapi kesepakatan itu menyisakan celah tafsir terkait pihak berkuasa. Tsai pada pekan lalu menunjuk seorang politisi pro-Cina untuk menjadi utusannya dalam pertemuan pemimpin wilayah Asia-Pasifik bulan depan di Peru.

Konferensi APEC pada umumnya memberi tempat bagi pejabat tinggi Taiwan dan Cina bertemu, mengingat kelompok itu meyertakan Taiwan bukan sebagai negara, tetapi anggota wilayah ekonomi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement