Rabu 09 Nov 2016 00:07 WIB

Duta Besar Baru Filipina Anggap Cina Patuhi Putusan Arbitrase

Kepulauan-kepualauan kecil di kawasan Laut Cina Selatan, daerah ini sudah lama menjadi sumber konflik antarsejumlah negara di Asia.
Foto: AP
Kepulauan-kepualauan kecil di kawasan Laut Cina Selatan, daerah ini sudah lama menjadi sumber konflik antarsejumlah negara di Asia.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Dengan membiarkan beberapa nelayan Filipina kembali ke Scarborough Shoal yang disengketakan, maka Cina mematuhi keputusan arbitrase internasional, meskipun tanpa mengakuinya.

Jose Santiago Santa Romana, seorang akademisi yang diangkat secara politis sebagai duta besar oleh Presiden Rodrigo Duterte mengatakan, bahwa Beijing akan mengakhiri blokade pulau kecil di Laut Cina Selatan. Itu berarti, kata dia, mereka (Cina) pada dasarnya mematuhi keputusan yang dikeluarkan majelis di Den Haag, Belanda, pada bulan Juli lalu itu. Pemerintah China menolak mengakui putusan tersebut.

Sejumlah nelayan Filipina menyatakan, bahwa sejak Duterte pulang dari kunjungan kehormatan bulan lalu untuk memperbaiki hubungannya dengan Cina, pasukan Badan Keamanan Laut China sebagian besar telah meninggalkan mereka. "Cina sekarang mengakui putusan pengadilan arbitrase itu. Hal ini yang disampaikan pengacara kami dari Amerika Serikat," kata pengusaha Filipina dalam sebuah forum dengan menunjuk kepada Paul Reichter, Kepala Konsultasi Hukum Filipina dalam kasus yang diajukan pada 2013 itu.

"Cina bersikeras memiliki kedaulatan atas Pulau Scarborough, namun menyetujui melakukan sesuatu terhadap nelayan kami saat presiden mengangkat isu itu," ujarnya.

Pidato Santa Romana yang merupakan sarjana spesialis Cina mungkin tidak sesuai keinginan Cina yang merasa terhina di majelis tersebut. Kasus itu menimbulkan seruan dari negara-negara barat agar Cina mematuhi putusan Pengadilan Tetap Arbitrase. Cina menyebutnya sebagai "hukum mengaburkan pengadilan", "lelucon", dan "wayang" dari pasukan eksternal.

Cina mengaku hampir seluruh wilayah perairan yang kaya energi, yang menjadi perlintasan kapal dagang senilai 5 triliun dolar AS setiap tahun itu. Namun, beberapa negara tetangga, Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga sama-sama mendaku wilayah tersebut.

Putusan pengadilan memenangkan Filipina di beberapa wilayah dengan menyatakan bahwa klaim sembilan garis putus-putus yang ditandai Cina sebagai wilayah kedaulatan bahari tidak berdasar. Pihak pengadilan juga mengumumkan bahwa Scarborough Shoal merupakan tempat pencarian ikan tradisional yang semua negara peserta sengketa sama-sama memiliki hak untuk mengeksploitasinya.

Duta besar yang ditunjuk Presiden Duterte itu menyatakan, bahwa Scarborough Shoal menjadi pembicaraan panjang pada saat dia bergabung dengan tim pimpinan mantan Presiden Filipina Fidel Ramos untuk menemui "saudara tuanya" di Hong Kong pada Agustus lalu dengan melihat terobosan kemitraan dengan Cina.

"Cina telah mengeluarkan komitmen bahwa tidak akan mengklaim lagi pulau kecil itu, melestarikannya sebagai perlindungan bahari, sehingga tidak mengizinkan bahkan para nelayan Cina untuk mencari ikan di dalam laguna tersebut," ujar Santa Romana mengenai apa yang didiskusikannya.

"Kedua negara saat ini menyusun beberapa aturan keterlibatan kedua pasukan badan keamanan laut untuk menghindari terulangnya konflik yang sama," katanya.

Pada pekan lalu, saat ditanya mengenai Scarborough Shoal, Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan, bahwa situasi tersebut tidak berubah dan tidak akan berubah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement