REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Sejumlah masyarakat Indonesia di Beijing mendonorkan darahnya dalam kegiatan "Indonesia Berbagi" di aula Kedutaan Besar RI di Beijing, Sabtu (19/11) pagi.
"Kegiatan ini sudah digelar dua kali, dan diharapkan dapat dilakukan rutin setiap tahun, untuk menunjukkan jiwa sosial masyarakat Indonesia bagi masyarakat Cina yang membutuhkan," kata Duta Besar RI untuk Cina dan Mongolia Soegeng Rahardjo.
Kegiatan donor darah tersebut dilaksanakan atas kerja sama Kedutaan Besar RI Beijing, Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok, dan Palang Merah Beijing.
Sebelum mendonorkan darahnya para calon pendonor diharuskan untuk melakukan registrasi dengan mengisi formulir terkait riwayat medis, pemeriksaan berat badan, tekanan darah, jenis darah dan sebagainya, hingga dipastikan yang bersangkutan dapat mendonorkan darahnya.
Usai mendonorkan darahnya masing-masing mendapatkan kartu donor darah yang diterbitkan otoritas kesehatan Beijing.
Dubes Soegeng mengatakan kegiatan sosial tersebut makin menunjukkan solidaritas masyarakat kedua bangsa. "Ini harus kita kembangkan terus, agar hubungan negara, Indonesia dan Cina semakin kokoh di masa datang," katanya menambahkan.
Kegiatan donor darah oleh warga negara asing atau ekspatriat di Beijing telah dilakukan 500 kali sejak 1998. Kegiatan tersebut sangat membantu pemerintah Tiongkok memenuhi kebutuhan darah yang terus meningkat.
Kegiatan donor darah masih merupakan hal yang "tabu" dilakukan di Cina, karena bagi masyarakat Negeri Panda, darah hanya dapat diberikan kepada anggota keluarga terdekat, bukan kepada masyarakat umum .
Pada 2014 Kementerian Kesehatan Cina mencatat 9,4 pendonor per seribu orang. Angka tersebut lebih rendah untuk negara dengan penduduk berpenghasilan tinggi seperti Cina.
Dicontohkan, pada 2010 kebutuhan darah secara nasional meningkat 18,6 persen dibandingkan 2009, namun jumlah donor hanya naik 7,7 persen.
"Hanya ada rata-rata 9,4 donor per seribu orang di Cina daratan, sedangkan di Hong Kong dan Makau rara-rata 23 hingga 30 per seribu orang," ungkap salah seorang sumber di Kementerian Kesehatan Cina yang enggan disebutkan namanya.