REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah kelompok warga yang berbasis di Inggris menyampaikan petisi berisi ribuan tanda tangan ke Kedutaan Besar Myanmar di London. Petisi meminta pemerintah Myanmar menyelesaikan tragedui kemanusiaan yang terjadi.
Burma Campaign UK memberi petisi berisi 3.164 tanda tangan, meminta pemerintah Myanmar ijinkan bantuan kemanusiaan masuk, mencabut UU tahun 1982 yang melarang penyelidikan PBB. Direktur Burma Campaign UK, Mark Farmaner, menilai, militer Myanmar memakai Aung San Suu Kyi sebagai perisai, dan mengabaikan kritik masyarakat internasional atas pelanggaran HAM yang dilakukan.
"Tindakan kekerasan militer di Rohingya sejak 9 Oktober lalu mengakibatkan ratusan warga Rohingya tewas, dan sedikitnya 30 ribu orang terpaksa mengungsi," kata Farmaner seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa (22/11).
Farmaner turut mengkritik masyarakat internasional, yang terus-menerus memperlakukan Rohingya seperti tidak ada, dengan menyajikan berita seakan situasi itu cuma masa transisi yang membutuhkan bantuan teknis saja. Padahal, Muslim Rohignya yang disebut PBB sebagai minoritas paling teraniaya di dunia, bertahun-tahun terus berusaha melarikan diri dari konflik di Myanmar, tersebar di negara-negara tetangga.
"Situasi hak asasi manusia warga Rohingya semakin para, tidak pernah lebih baik," ujar Farmaner.
Sementara Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, menjelaskan, kondisi kamp-kamp pengusian warga Rohingya yang ada sudah seperti penjara, dan mereka mau tidak mau harus hidup di sana. Dia juga mengatakan, bahwa dari gambar satelit sudah menunjukkan kalau 820 struktur bangunan yang ada di desa Rakhine telah dihancurkan, selama kurang dari delapan hari terakhir saja.
Sejak pertengahan 2012, warga Rohingya sudah berbondong-bondong berusaha melarikan diri dari kekerasan komunal yang terjadi di Rakhine. Kekerasan itu mengakibatkan banyak orang menjadi korban tewas, dengan sektiar 100 ribu orang terpaksa mengungsi ke kamp-kamp, dengan 2.500 rumah yang sebagian besar milik warga Rohingya sudah dihancurkan.