Senin 28 Nov 2016 16:38 WIB

Polisi Filipina Temukan Bom Rakitan Dekat Kedubes AS

Bom (Ilustrasi)
Bom (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Polisi Filipina melakukan peledakan terkendali bom buatan yang ditemukan di tempat sampah dekat kedutaan Amerika Serikat di Manila, Senin (28/11).

Polisi menyatakan kelompok militan yang bersimpati kepada ISIS bisa jadi pihak bertanggung jawab. Kepala Kepolisian Nasional Filipina Ronald dela Rosa menyatakan komponen perangkat peledak rakitan itu mengarah pada buatan Maute, sekelompok pemberontak yang telah sumpah setia kepada ISIS.

Para pejuang Maute terkunci dalam situasi yang tidak memungkinkan dengan pihak militer pada hari ketiga di wilayah selatan negara itu. Beberapa pemberontak dilaporkan tewas, Senin, sehingga jumlah korban tewas menjadi 19 orang.

"Kami dapat berteori mereka menggunakan ini sebagai bentuk penyimpangan," kata Dela Rosa dalam konferensi pers.

 

Kedutaan AS tidak segera memberikan tanggapan atas penemuan bom yang terletak sekitar 200 meter dari kedutaan itu.

Kesibukan di kedutaan berangsur normal, puluhan warga Filipina mengantre di luar kedutaan untuk mengajukan permohonan visa AS.

Mortir kaliber 81 milimeter digunakan sebagai alat peledak dan terdapat tanda kelompok garis keras tersebut, demikian kata Dela Rosa. Beberapa komponen serupa digunakan untuk pengeboman di Davao pada 2 September lalu yang menewaskan 15 orang dan melukai sekitar 70 orang.

Maute menjadi pihak yang dipersalahkan dalam serangan tersebut dan empat anggota kelompok itu ditahan serta ditemukan video klip berisi tayangan mereka menyatakan sumpah setia kepada ISIS. Dela Rosa menyatakan operasi intelijen ditingkatkan dan pos pemeriksaan akan didirikan di sekitar Ibu Kota Filipina itu.

Sejak bom Davao, Filipina berada di dalam apa yang disebut sebagai negara pelanggaran hukum, mengizinkan militer memberikan dukungan kepada pihak kepolisian jika diminta oleh presiden. Hal itu telah menyebabkan seringnya muncul spekulasi darurat militer dapat diumumkan untuk mendukung kampanye Presiden Rodrigo Duterte dalam memberangus obat-obatan terlarang. Namun berulang kali hal itu dihindarkan.

"Demi Tuhan, pemerintah tidak akan memanfaatkan insiden yang dapat menyebabkan kepanikan, ketakutan, dan bahaya yang tidak semestinya untuk menyatakan darurat militer," ujarnya.

Di Lanao, provinsi porak-poranda di wilayah selatan Filipina, bala tentara bertempur dengan kelompok Maute untuk kembali merebut bangunan balai kota tua hingga menyebabkan ratusan warga melarikan diri. Juru bicara militer Mayor Filemon Tan menyebutkan puluhan tentara terluka akibat serangan udara dan darat.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement