REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kementerian Luar Negeri Cina, Sabtu (3/12) menyatakan mereka telah menyampaikan surat protes kepada pihak yang relevan di AS setelah Presiden terpilih Donald Trump berbicara via telepon dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
Kebijakan "Satu Cina" merupakan dasar hubungan Cina-AS dan kementerian Cina mendesak pihak yang relevan di AS berpegang pada kebijakan tersebut dan hati-hati dalam menangani isu Taiwan agar tidak mengganggu hubungan kedua negara.
Pembicaraan telepon selama 10 menit dengan pemimpin Taiwan merupakan pembicaraan pertama seorang presiden terpilih atau presiden resmi sejak Jimmy Carter mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan ke Cina pada 1979, yang berarti mengakui Taiwan sebagai bagian dari satu Cina.
Berbicara beberapa jam setelah pembicaraan telepon tersebut, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi justru menyalahkan Taiwan, bukan Trump. "Ini hanya dari pihak Taiwan saja yang melakukan tindakan kecil dan tidak mengubah kebijakan "Satu Cina" yang telah diakui masyarakat internasional. aya yakin kejadian itu tidak akan mengubah kebijakan Satu Cina yang sudah diakui sejak lama oleh AS," kata Wang.
Wang menyatakan Presiden Xi Jinping juga sudah langsung berbicara dengan Trump melalui telepon, tidak lama setelah kemenangan Trump dan dalam pembicaraan itu, Trump memuji Cina sebagai sebuah negara besar. Trump melalui Twitter menyatakan Tsai yang berinisiatif percakapan telepon dengannya.
"Presiden Taiwan MENELEPON SAYA hari ini untuk memberi ucapan selamat atas kemenangan saya sebagai Presiden. Terima kasih," kata Trump.
Alex Huang, juara bicara Tsai berujar: "Tentu saja kedua pihak setuju sebelum melakukan kontak." Sampai saat ini, Cina masih menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memberontak dan tidak pernah menggunakan kekuatan militer untuk memaksa Taiwan dibawah kontrol mereka.
Hubungan antara Cina dan Taiwan mulai memburuk sejak Tsai yang memimpin Partai Progesif Demokratik yang pro kemerdekaan, memenangi kursi presiden pada Januari lalu.