Rabu 14 Dec 2016 16:19 WIB

Korut Tolak Laporan PBB Terkait Penculikan dan Pemisahan Keluarga

Ye Hae Su (kanan) dari Korea Utara memeluk kerabatnya dari Korea Utara dalam Pertemuan Reuni Keluarga yang Terpisah di resor Diamond Mountain di Korea Utara, Kamis, 22 Oktober 2015.
Foto: Korea Pool Photo via AP
Ye Hae Su (kanan) dari Korea Utara memeluk kerabatnya dari Korea Utara dalam Pertemuan Reuni Keluarga yang Terpisah di resor Diamond Mountain di Korea Utara, Kamis, 22 Oktober 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Korea Utara (Korut) menolak laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa (13/12), berisi dugaan penculikan warga asing dan pemisahan paksa banyak keluarga di semenanjung yang terbagi dua sejak perang pada 1950-an.

Duta Besar Korea Utara untuk PBB di Jenewa, So Se Pyong mengatakan ia akan mengajukan keberatan ke Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Zeid Ra'ad al-Hussein, Selasa.  Juru bicara Zeid mengonfirmasi pertemuan itu telah dijadwalkan, tetapi ia tidak memberi keterangan lebih lanjut.

"Hal itu tidak masuk akal. Kami tidak menculik," kata So dalam misi Jenewa untuk Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK). Tuduhan itu tidak adil dan kurang berimbang, laporan itu justru bertentangan dengan prinsip misi PBB," katanya.

Laporan yang diterbitkan kantor pimpinan Zeid pekan lalu menyebut penculikan internasional itu sebagai praktik yang terdokumentasi baik oleh Korut. Aksi itu menargetkan warga Korea Selatan dan Jepang.

Dokumen tersebut menambahkan sejak Perang Korea berakhir pada 1953, sekitar 129.616 orang telah mendaftar untuk dipersatukan kembali dengan keluarganya di Korea Utara.  Namun lebih dari setengah jumlah itu telah wafat tanpa pernah bertemu lagi dengan keluarganya.

Proses penyatuan kembali sempat dilakukan setelah keluarga tersebut terpisah lebih dari enam dasawarsa. Setidaknya 400 warga Korea Selatan menyebrangi perbatasan yang dijaga petugas bersenjata berat ke Korea Utara pada Oktober 2015. Namun, kata So, reuni itu diberhentikan akibat latihan militer gabungan Korea Selatan dan Amerika Serikat.

"Proses reuni dapat berlanjut jika situasinya mendukung, damai dan tensi antarnegara reda. Kami sebenarnya selalu terbuka untuk menyatukan kembali keluarga yang terpisah," katanya.

So mendesak PBB untuk menjamin kembalinya 13 warga Korea Utara yang bekerja di restauran, korban penculikan di Cina tahun lalu oleh dinas intelijen Korea Selatan. "Mereka tertipu dan diculik ke Korea Selatan. Kami mendesak PBB, jika mereka ingin mengurusi kasus HAM, maka minta otoritas Korea Selatan untuk membebaskan anak perempuan korban penculikan itu," ujarnya.

"Itu bukan syarat melainkan kewajiban dan misi yang harusnya mereka jalankan daripada membuat laporan semacam ini," kata So saat ditanya apakah pembebasan itu adalah syarat untuk melanjutkan proses reuni.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement