REPUBLIKA.CO.ID, Penerbangan Pan Am nomor 103 meledak di atas udara Skotlandia pada 21 Desember 1988. Sebanyak 243 penumpang dan 16 awak di pesawat itu tewas.
Ledakan berasal dari bom yang disembunyikan dalam pemutar kaset audio yang disimpan di area kargo. Saat pesawat berada di atas ketinggian 31 ribu kaki, bom meledak.
Diyakini, serangan bom direncanakan oleh kelompok militan. Beberapa pihak berwenang juga menduga bahwa bom di atas pesawat dari London, Inggris menuju New York, Amerika Serikat (AS) adalah pembalasan.
Pembalasan tersebut berasal dari Libya terhadap AS. Pada 1986, serangan udara dari Negeri Paman Sam diluncurkan di salah satu negara Afrika itu dan menewaskan putri bungsu presiden Muammaf Qadafi.
Sekitar 16 hari sebelum serangan bom, Kedutaan Besar AS di Helsinki, Finlandia menerima ancaman akan ada ledakan di penerbangan Pan Am. Banyak pertanyaan yang datang dan menuding bahwa AS tidak secara serius menanggapi peringatan tersebut.
Pada 1991, setelah penyelidikan bersama dari Pemerintah Inggris dan FBI, disimpulkan bahwa serangan dilakukan oleh intelijen Libya bernama Ali Al Megrahi dan Lamen Khalifa Fhimah. Keduanya akhirnya dinyatakan bersalah pada 2001.
Pada 2003, Pemerintah Libya bertanggungjawab atas pengeboman itu. PBB dan AS mencabut sanksi yang diberikan, setelah negara itu sepakat untuk memberi setiap keluarga korban dalam peristiwa itu uang santunan sebesar 8 juta dolar AS.