REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Partai Republik Rakyat (CHP), sebagai partai oposisi utama Turki, menentang rancangan perubahan konstitusi yang diajukan ke parlemen oleh hakim dan Partai Pembangunan (AK). Partai CHP menuliskan pendapatnya dalam 24 lembar pernyataan.
Rancangan tersebut mengusulkan perubahan sistem konstitusi, termasuk peralihan ke sistem pemerintahan presidential. Perubahan konstitusi didukung oleh Partai AK dan Partai Gerakan Nasionalis (MHP), sedangkan Partai CHP menentangnya.
Dalam pernyataannya, Partai CHP mengatakan rancangan konstitusi tidak bertujuan untuk mengubah sistem pemerintahan. Rancangan dinilai hanya untuk mengubah mekanisme republik demokratis di Turki.
"Perubahan baru ini bertujuan mengumpulkan semua kekuasaan di satu orang," tulis Partai CHP, dikutip Anadolu.
Partai tersebut menuduh adanya keinginan monopoli kekuasaan eksekutif dalam sistem negara. Rancangan dianggap telah mengabaikan sistem check and balance.
Berdasarkan rancangan baru, konstitusi akan memberikan kekuasaan eksekutif kepada presiden dan wakil presiden, serta menghapuskan jabatan perdana menteri. Konstitusi juga akan menurunkan usia pencalonan anggota parlemen dari 25 tahun menjadi 18 tahun, serta menambah jumlah anggota parlemen dari 550 orang menjadi 600 orang, sejalan dengan pertumbuhan populasi Turki.
Partai AK telah memperkenalkan sistem presidensial untuk menggantikan model parlemen saat ini sejak Recep Tayyip Erdogan menjadi presiden pada Agustus 2014. Rancangan konstitusi baru itu perlu 330 orang untuk membuka jalan bagi referendum.