REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Kebijakan imigrasi yang diberlakukan presiden AS Donald Trump kepada warga tujuh negara mayoritas Muslim, bukanlah kebijakan yang anti-Islam. Menteri luar negeri Uni Emirat Arab (UEA), Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan mengatakan, tidak menyetujui pendapat banyak pihak yang menyebutkan keputusan pemerintah AS ditujukan untuk menyerang agama tertentu.
"Amerika Serikat telah membuat keputusan berdaulat. Dan kebijakan tersebut bersifat sementara dan tidak berlaku untuk sebagian besar dunia muslim," ujar Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan saat konferensi pers seperti dilansir Arabnews.com (1/2).
Sheikh Abdullah juga mengatakan, ide zona aman di Suriah akan diterima jika bersifat sementara dan untuk tujuan kemanusiaan di bawah naungan internasional. Namun, pemerintah Abu Dhabi ingin mendengarkan penjelasan lebih rinci dari Washington sebelum menyetujui ide tersebut.
Donald Trump menandatangani perintah eksekutif mengenai pembatasan pengungsi dari negara yang dihuni mayoritas Muslim. Setidaknya ada tujuh negara mayoritas Muslim yang terdampak kebijakan kontroversial Trump.
Trump telah mengatur mengenai pembatasan masuknya warga dari Suriah ke AS selama 90 hari. Tak hanya itu, enam negara yang dihuni mayoritas Muslim lainnya yaitu Somalia, Irak, Iran, Libya, Sudan, dan Yaman juga bernasib serupa.
Trump beralasan kebijakan tersebut akan membuat Amerika Serikat terbebas dari teroris Islam radikal. "Kami hanya ingin mengakui siapa saja yang ke negara kami mendukung negara kami dan mencintai warga AS," katanya seperti dikutip dari laman Channel News Asia.