REPUBLIKA.CO.ID, BELGRADE -- Pihak berwenang Serbia pada Rabu (1/2) lalu memberlakukan pembatasan pergerakan kaum migran di kamp dekat Belgrade. "Pembatasan dilakukan setelah tiga orang diduga menyerang seorang perempuan dan anak-anaknya di dekat pusat pengungsi," kata menteri yang mengurusi pusat penampungan pengungsi.
Menteri Perburuhan Aleksandar Vulin mengatakan, para migran sekarang harus mendapatkan izin jika ingin meninggalkan kamp. Perkemahan yang dimaksud adalah bekas barak-barak tentara di Kota Obrenovac di luar Belgrade, yang digunakan sebagai tempat penampungan pengungsi.
"Kami memberlakukan langkah-langkah yang ketat. Mereka harus kembali ke perkemahan pada waktu tertentu dan mereka akan diberikan dokumen identifikasi," kata Vulin, menurut kantor berita Tanjug.
Meskipun apa yang disebut rute Balkan ke Eropa Barat telah ditutup tahun lalu, pendatang terus mengalir melalui Serbia menuju perbatasan utara dengan Hongaria. Lebih dari 7.000 migran, terutama dari Afghanistan, tetap berada di negara itu, yang dari segi budaya dan keuangan tidak siap untuk merawat mereka.
Sekitar 500 migran tinggal di Obrenovac. Mereka pindah ke sana sekitar 10 hari dari tempat penampungan darurat di gudang di Belgrade saat suhu turun di bawah titik beku. Penutupan perkemahan Obrenovac dilakukan setelah seorang perempuan setempat mengeluh bahwa tiga orang pria yang dia gambarkan sebagai migran menyerangnya ketika dia berjalan dengan ketiga anaknya di dekat kamp tersebut. Polisi mengatakan mereka sedang menyelidiki insiden itu.
Vulin juga mengatakan pihak berwenang telah menyediakan sebuah bus khusus untuk membawa migran bolak-balik antara Obrenovac dan Belgrade. Hal itu dilakukan guna menghindarkan pencampuran dengan penduduk setempat.