Senin 06 Feb 2017 13:00 WIB

Larangan Imigrasi Trump Hadapi Perlawanan Berat

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Demonstran memprotes perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump yang melarang Muslim dari tujuh negara memasuki AS. Protes berlangsung di depan Kedubes AS di Roma, Italia, 2 Februari 2017.
Foto: Alessandro Di Meo/ANSA via AP
Demonstran memprotes perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump yang melarang Muslim dari tujuh negara memasuki AS. Protes berlangsung di depan Kedubes AS di Roma, Italia, 2 Februari 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump nampaknya harus menghadapi perjuangan berat untuk memberlakukan kebijakan imigrasi yang melarang warga dari tujuh negara mayoritas Muslim datang ke Negeri Paman Sam. Beberapa pengamat hukum melihat kecenderungan banyak hakim yang tidak sependapat dengan aturan itu.

Penangguhan kebijakan imigrasi pertama kali diputuskan hakim pengadilan distrik AS James Robart di Seattle, Jumat (3/2) lalu. Ia melihat terdapat dasar hukum menentang aturan yang dikeluarkan Trump dengan alasan demi keamanan negara.

Kemudian, Trump melalui Departemen Kehakiman AS mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Hingga saat ini, permohonan itu masih dalam proses pemeriksaan di mana hasilnya akan diputuskan oleh Pengadilan Banding di San Fransisco.

Menurut sejumlah ahli hukum, pengadilan banding sangat mungkin memperhitungkan fakta banyak orang di seluruh AS yang menentang kebijakan Trump. Kemudian, meski pihaknya mencoba membatalkan putusan Robart, ada kecenderungan pengadilan di distrik selain Seattle membuat keputusan serupa.

Jika pengadilan banding menjunjung tinggi perintah administrasi,pengadilan dapat meminta Mahkamah Agung AS untuk campur tangan. Namun, hal itu sangat jarang dilakukan dan pada umummnya pengadilan tinggi enggan terlibat dalam sejumlah kasus yang baru memasuki tahap awal seperti kali ini.

Seorang profesor hukum konstitusi dari Universitas Michigan, Richard Primus mengatakan Pemerintah AS dapat berjuang meyakinkan pengadilan kebijakan itu dapat dibenarkan karena alasan keamanan nasional. Namun, argumen yang dikemukakan oleh Trump dinilai cukup lemah untuk meyakinkan publik aturan imigrasi tersebut sesuai ditetapkan.

"Argumen pemerintah untuk mendukung larangan itu sehingga dapat dianggap benar-benar diperlukan dalam menciptakan keamanan nasional AS masih cukup lemah dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat," ujar Primus dilansir Middle East Monitor, Senin (6/2).

Mahkamah Agung AS sebelumnya sempat menolak gagasan pemerintah tidak perlu mengemukakan dasar dan alasan untuk membuat aturan tentang keamanan nasional. Hal ini dicontohkan seperti pada 1971, di mana mantan presiden Richard Nixon tak dapat mencegah pers menerbitkan informasi tentang kebijakan negara terhadap Vietnam.

Sementara itu, profesor dari Universitas Hukum Case Western Reserve, Jonathan Adler mengatakan pemerintah sebenarnya memiliki preseden hukum untuk membuat aturan. Namun, pengadilan umum memiliki peran sebagai pelaksana eksekutif.

"Sangat tidak biasa bagi pengadilan untuk menerima apa yang diminta begtu saja tanpa mempertimbangkan bagaimana isi aturan, terlebih yang dinilai memiliki bentuk kesewenang-wenangan," kata Adler.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement