REPUBLIKA.CO.ID, MUNICH -- Jerman, Prancis, Rusia, dan Ukraina sepakat menggunakan pengaruh mereka untuk mendesak gencatan senjata dan penarikan senjata berat di Ukraina timur mulai Senin (20/2). Pertempuran yang baru-baru ini semakin meningkat antara pasukan Ukraina dan separatis Rusia, telah menarik perhatian global terkait ketegangan hubungan antara Rusia dan Barat.
"Pada 20 Februari, gencatan senjata akan dimulai dan penarikan senjata militer berat juga akan mulai ... Kami telah secara aktif mendukung keputusan ini dan dengan jelas menyatakan keyakinan bahwa saat ini, kegagalan seharusnya tidak diperbolehkan ada," kata Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, setelah melakukan pembicaraan dengan rekan-rekan dari Ukraina, Jerman, dan Perancis, di Munich, Sabtu (18/2).
Seruan gencatan senjata juga telah disepakati dalam Perjanjian Perdamaian Minsk. Perjanjian tersebut ditengahi oleh Prancis dan Jerman, dan ditandatangani oleh Rusia dan Ukraina pada Februari 2015, yang juga menyerukan reformasi konstitusi untuk memberikan otonomi lebih kepada Ukraina timur.
Akan tetapi kesepakatan mencapai kebuntuan. Kiev dan Kremlin saling menuduh sebagai pemicu kembalinya pertempuran.
"Semua pihak akan menggunakan pengaruh mereka untuk melaksanakan kesepakatan dari kelompok kontak trilateral. Tujuannya adalah untuk melakukan gencatan senjata mulai dari 20 Februari dan melakukan apa yang telah lama disepakati tapi tidak pernah dilaksanakan," ujar Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel.
Sementara pemerintahan baru AS di bawah kepemimpinan Donald Trump mengatakan, sanksi yang dikenakan kepada Moskow atas aneksasi di Crimea dan pertempuran di timur Ukraina, tidak akan dicabut sampai ada kemajuan pelaksanaan perjanjian. Menteri Luar Negeri Ukraina, Pavlo Klimkin, mengatakan dia tidak merasa puas dengan hasil pertemuan itu. Ia menyesalkan kurangnya kesepakatan yang lebih kuat.
Menanggapi pernyataan Klimkin, Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Marc Ayrault, mengatakan Moskow dan Kiev sama-sama tidak menawarkan alternatif apapun untuk melanjutkan Perjanjian Minsk. "Pertemuan ini menunjukkan, Rusia dan Ukraina tidak punya pilihan lain, selain menghormati Perjanjian Minsk. Mereka tidak memiliki alternatif ... Kami membutuhkan banyak kesabaran, karena kami melihat kurangnya kemauan dari kedua sisi," ungkap Ayrault.