REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Perdana Menteri Turki Binali Yildirim meminta seluruh masyarakat di negara itu untuk mendukung perubahan konstitusi, Sabtu (25/2). Di depan sekitar ribuan warga di Ibu Kota Ankara, Yildirim menegaskan perubahan itu penting untuk stabilitas bangsa.
Referendum untuk menyetujui konstitusi baru negara akan dilakukan pada April mendatang. Jika disetujui, maka konstitusi baru akan resmi berlaku. "Untuk Turki yang kuat dan terus stabil maka keputusan ini akan abadi," ujar Yidlirim.
Ia menggambarkan konstitusi baru itu sebagai sebuah bentuk reformasi yang dibutuhkan Turki. Demokrasi parlementer yang ditetapkan di negara itu menurutnya akan lebih baik diganti dengan kekuatan eksekutif presiden yang lebih kuat sebagai jaminan stabilitas. Ini mencegah negara itu kembali ke sebuah koalisi rapuh, seperti beberapa dekade lalu.
Banyak kritikus yang menilai konsititusi baru tersebut sangatlah kontroversial. Hal itu karena aturan di dalamnya secara nyata meningkatkan kekuasaan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara signifikan.
Dalam konstitusi baru itu, terdapat aturan yang memungkinan presiden untuk mengangkat dan memberhentikan para menteri secara langsung. Selain itu, jabatan Perdana Menteri akan dihapus untuk pertama kalinya dalam sejarahTurki. Sebaliknya, akan ada satu atau beberapa wakil presiden di negara itu.
Konstitusi yang saat ini diadopsi Turki sudah berlaku sejak 1982 lalu. Tujuannya adalah untuk menjamin independensi pengadilan dari organ pemerintahan.
Erdogan mulai berkuasa di Turki pada 2002 lalu, setahun setelah pembentukan AKP. Selama 11 tahun pria berusia 62 itu menjabat sebagai perdana menteri, hingga pada 2014 terpilih menjadi presiden.
Baca juga, Parlemen Turki Setuju Konstitusi Baru.