Sabtu 01 Apr 2017 20:53 WIB

PBB Kecam Pemukiman Baru Israel di Tepi Barat

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB mengecam pemerintah Israel yang telah menyetujui pembangunan pemukiman baru di Emek Shilo. Pemukiman itu akan menjadi pemukiman pertama yang dibangun Israel di Tepi Barat dalam dua dekade terakhir.

Juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, mengatakan bahwa Guterres telah menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan kabinet keamanan Israel pada Kamis (30/3), untuk membangun pemukiman baru. Pemukiman Israel selama ini dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional, karena didirikan di tanah yang dicuri dari Palestina.

"Sekretaris Jenderal telah secara konsisten menekankan bahwa tidak ada Rencana B untuk Israel dan Palestina, untuk bisa hidup bersama dalam damai dan aman," kata Dujarric dalam sebuah pernyataan, Jumat (31/3), dikutip Aljazirah.

"Dia mengutuk semua tindakan sepihak seperti yang sekarang dilakukan, yang mengancam perdamaian dan melemahkan solusi dua negara," ujarnya.

Keputusan untuk membangun sebuah pemukiman baru di Emek Shilo, yang dekat dengan kota Ramallah, dikeluarkan kurang dari seminggu setelah PBB mengecam Israel. Kecaman itu diberikan karena Israel tidak mengambil langkah-langkah untuk menghentikan pembangunan di wilayah Palestina, seperti yang diminta oleh Dewan Keamanan dalam resolusi yang disahkan pada Desember lalu.

Langkah pemerintah Israel juga mengundang kecaman dari para pemimpin Palestina, kelompok hak asasi internasional, dan aktivis. Seorang pejabat senior Palestina, Saeb Erekat, mengkritik PBB, Uni Eropa, dan Amerika Serikat (AS) karena dinilai tidak berbuat banyak untuk menghukum Israel yang terus memperluas permukiman di Tepi Barat. "Israel terus menghancurkan prospek perdamaian. Perdamaian tidak akan tercapai jika menoleransi kejahatan tersebut," kata Erekat

Juru bicara pemerintah Palestina,Yousef Mahmoud, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa rencana baru ini menunjukkan keinginan Israel untuk terus melanjutkan pendudukan di Palestina. Israel dinilai telah menentang dan menghalangi semua upaya yang diberikan untuk melanjutkan proses perdamaian.

Amnesty International juga mengecam keputusan tersebut. Kelompok hak asasi manusia ini mengatakan semua kegiatan permukiman merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional dan merupakan kejahatan perang.

Israel telah lama menerapkan kebijakan pembangunan pemukiman Yahudi di tanah Palestina yang mereka kuasai dalam perang 1967. Lebih dari 600 ribu warga Israel saat ini telah tinggal di pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Sejak pelantikan Presiden AS Donald Trump pada 20 Januari lalu, Israel telah menyetujui pembangunan 566 unit rumah di tiga wilayah pemukiman di Yerusalem Timur. Israel kemudian mengumumkan pembangunan 2.502 rumah di pemukiman di Tepi Barat.

Dalam sebuah pernyataan pada Jumat (31/3), pemerintahan Trump menahan diri untuk mengkritik langkah Israel. AS menyatakan, sementara keberadaan permukiman tidak dengan sendirinya menjadi penghalang bagi perdamaian. Presiden AS telah lama mempertahankan hubungan persahabatan dengan Israel. AS juga melimpahi negara itu dengan banyak bantuan dan persenjataan canggih.

Pemukiman terbaru di Emek Shilo akan dibangun setelah Mahkamah Agung Israel memerintahkan pembongkaran pemukiman Amona karena dinilai ilegal. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk membangun pemukiman baru bagi warga yang terkena penggusuran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement