Jumat 21 Apr 2017 01:00 WIB

Ilmuwan Australia Khawatir Penghapusan Visa 457 Hambat Penelitian

Fisikawan eksperimental, Michael Biercuk, mengatakan, tak ada warga Australia dalam jumlah cukup yang bekerja di bidangnya.
Foto: ABC
Fisikawan eksperimental, Michael Biercuk, mengatakan, tak ada warga Australia dalam jumlah cukup yang bekerja di bidangnya.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Para ilmuwan khawatir jika perubahan pada program visa kerja 457 bisa menimbulkan konsekuensi besar yang tak terduga bagi sejumlah laboratorium penelitian mutakhir Australia.

Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull telah mengumumkan kubu Koalisi menghapuskan program visa kerja 457, yang akan diganti dengan dua visa kelas baru. Pemerintah mengatakan ingin melatih lebih banyak pekerja lokal, yang rencananya akan didanai dari kenaikan biaya izin ketika pemberi kerja membawa masuk pekerja asing terampil sementara.

Sejumlah universitas khawatir jika perubahan ini akan menghambat mereka untuk mempekerjakan peneliti tamu pasca-doktoral karena adanya persyaratan pengalaman kerja minimal dua tahun. Para ilmuwan mengatakan, visa kerja 457 begitu penting untuk membantu mendidik mahasiswa sarjana di Australia sekaligus memajukan penelitian sains termutakhir yang dilakukan di Australia.

Itu adalah jenis pekerjaan yang dilakukan perusahaan teknologi Sydney Nanoscience Hub, di mana fisikawan eksperimental -Profesor Michael Biercuk -menjalankan eksperimen fisika kuantum yang rumit.

Profesor Biercuk - yang masuk ke Australia dengan visa kerja 457 dan sekarang menjadi penduduk tetap -mengatakan, penelitiannya memiliki potensi untuk mengubah segala sesuatu mulai dari cara energi ditransmisikan hingga bagaimana mobil bekerja.

Penelitiannya sangat diminati, bahkan badan-badan intelijen AS yang berkuasa membantu mendanainya. "Saya mengelola kelompok penelitian komputasi kuantum ion satu-satunya di Australia," kata Profesor di Universitas Sydney ini.

"Orang-orang berpikir, ilmu pengetahuan atau penelitian itu sangat monolitik, tetapi nyatanya bisa sangat beragam -bukan hanya perbedaan antara biologi dan fisika, tetapi bahkan antara fisika dan fisika kuantum," terangnya.

Ia mengatakan, tak ada cukup warga Australia yang bekerja di bidangnya, dan mempekerjakan pakar internasional begitu penting untuk membantu penelitian dan pengembangan staf lokal.

"Mereka memberi kita keahlian yang membuat penelitian kami bekerja, tetapi mereka juga berkontribusi terhadap pendidikan dari semua anggota tim kami -mahasiswa PhD kami, mahasiswa sarjana kami dan mereka benar-benar merupakan elemen mendasar yang membuat proyek-proyek kami berjalan," sebutnya. "Belum pernah ada yang mengalami hal ini sebelumnya tetapi ada banyak tenaga terampil di Amerika Serikat dan Jerman khususnya yang kita pekerjakan," tutur sang Profesor.

Di bawah perubahan visa sementara ini, para pekerja akan membutuhkan setidaknya dua tahun pengalaman kerja yang relevan. Perguruan tinggi tengah mencari klarifikasi mendesak apakah pendidikan formal sebelumnya akan diperhitungkan di bawah skema visa yang baru.

"Sebelumnya, diakui dalam skema visa kerja 457 bahwa orang yang menjalani studi PhD (termasuk gelar sarjana, gelar master dan kemudian enam tahun penelitian serta pengajaran yang berpotensi), mereka memenuhi syarat pengalaman kerja," kata Profesor Biercuk.

"Saat ini kami tak memiliki kejelasan apakah gelar spesialis ini akan diperhitungkan sebagai syarat pengalaman kerja dan kami benar-benar membutuhkan kepastian itu," lanjutnya.

Para staf senior di universitas bergengsi Australia telah menunjukkan kekhawatiran. Pemenang hadiah Nobel dan Wakil Rektor Universitas Nasional Australia (ANU), Brian Schmidt, mengatakan, perubahan itu sungguh mengejutkan.

"Tentu saja jika ada pembatasan atas pergerakan akademisi yang disebabkan oleh perubahan -yang akan menjadi perhatian penting tersebut, hal itu akan membuat kami bertentangan dengan negara anggota OECD (organisasi untuk kerjasama dan pembangunan ekonomi) lainnya," sebut Schmidt.

Ia menambahkan, "Harapan saya adalah bahwa akan ada solusi yang membuat kondisi status quo -di mana para akademisi mampu bergerak bebas masuk ke dan keluar dari Australia -akan dipertahankan."

Duncan Ivison, Deputi Wakil Rektor Bidang Penelitian di Universitas Sydney juga membahasnya di Twitter. "Sekilas, (saya) bahwa perubahan ini bisa menghambat perekrutan peneliti yang luar biasa terampil untuk Australia. Analisis lebih lanjut dibutuhkan agar tak muncul kekhawatiran," sebutnya.

Menteri Imigrasi atau departemen di bawahnya belum menanggapi permintaan klarifikasi.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Diterbitkan: 19:30 WIB 19/04/2017 oleh Nurina Savitri.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/ilmuwan-australia-khawatir-perubahan-visa-kerja-457-hambat-pene/8456348
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement